Saksi Ungkap Alasan Dibalik Penyewaan Kapal Suezmax di Sidang Pertamina
FORUM KEADILAN – Eks VP Sales Marketing PT Pertamina International Shipping (PT PIS) I Ketut Permadi Aryaku Umara mengungkap alasan di balik penawaran kapal Suezmax dalam proses pengadaan kapal karena dianggap lebih ekonomis.
Adapun kapal Suezmax tersebut merupakan milik anak Riza Chalid, Muhammad Kerry Adrianto Riza melalui perusahaan PT Jenggala Maritim Nusantara (PT JMN).
Hal itu ia sampaikan saat dirinya dihadirkan sebagai saksi oleh Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Agung (JPU Kejagung) dalam sidang kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa, 9/12/2025.
Mulanya, Permadi mengakui bahwa pada saat surat terkait pengadaan kapal dibuat, belum ada permintaan kargo domestik dari PT Kilang Pertamina Internasional (KPI). Ia juga tidak mengetahui kapan permintaan tersebut muncul.
“Apakah pada saat saudara menyatakan pengadaan kapal Suezmax untuk pengangkutan domestik, apakah sudah tergambar kapal mana yang akan mengikuti pengadaan tersebut?” tanya jaksa.
Namun, Permadi mengaku belum mengetahui kapal apa yang akan mengikuti pengadaan lelang tersebut.
Jaksa lantas menanyakan berapa jumlah kapal Suezmax berbendera Indonesia. Ia menyebut, terdapat 1 kapal Suezmax berbendera Indonesia, yakni kapal Mabrouk.
“Apakah kapal Mabrouk bisa mengikuti?” tanya jaksa.
Namun berdasarkan diskusi dalam Forum Group Discussion (FGD), kata dia, kapal tersebut diperkirakan tidak dapat memenuhi syarat karena faktor usia.
“Kalau berdasarkan FGD, dijangkakan tidak bisa pak. Karena usia sudah,” katanya.
Jaksa kemudian mempertanyakan mengapa tidak mencari alternatif kapal lain yang jelas berbendera Indonesia, seperti Aframax, yang ukurannya sedikit lebih kecil.
Permadi menjawab bahwa arah pembahasan dalam FGD sejak awal mengerucut pada Suezmax. Menurutnya, keputusan itu terkait pertimbangan efisiensi.
“Tapi perkembangan di FGD mengarahnya ke Suezmax pak sebenarnya. Itu yang saya pahami. Makanya penawaran kami langsung menujunya ke Suezmax. Karena sebenarnya kalau dari sisi jumlah kargo yang diangkut semakin besar kan akan semakin ekonomis,” tuturnya.
Menurutnya, semakin banyak produk yang dibawa, maka harga per unitnya dapat ditekan.
“Kalau kita membawa produk semakin banyak, maka harga per unitnya akan bisa kita tekan,” katanya.
Dalam surat dakwaan, jaksa memerinci sejumlah perbuatan yang dinilai merugikan negara, salah satunya terkait kerja sama penyewaan terminal bahan bakar minyak (BBM) Merak antara perusahaan terafiliasi dengan Kerry, yakni PT Jenggala Maritim dan Komisaris PT Jenggala Maritim serta Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak Gading Ramadhan Joedo.
Jaksa menyebut bahwa ketiga perusahan tersebut meneken kerja sama penyewaan terminal BBM Merak dengan PT Pertamina Patra Niaga. Padahal, saat itu Pertamina belum membutuhkan terminal BBM tambahan.
Jaksa mengungkap bahwa nilai kerugian dari kerja sama penyewaan tersebut mencapai Rp2,9 triliun. Selain itu, aset terminal BBM Merak justru tercatat sebagai milik PT OTM, bukan menjadi aset Pertamina.
Tak hanya itu, jaksa juga menyoroti kerugian negara dari ekspor dan impor minyak mentah yang dilakukan dengan prosedur bermasalah. Nilai kerugian akibat ekspor minyak mentah diperkirakan mencapai US$1.819.086.068,47, sementara dari impor minyak mentah sekitar US$570.267.741,36.
Lebih lanjut, jaksa menyebut adanya kerugian perekonomian negara senilai Rp171.997.835.294.293,00 akibat harga pengadaan BBM yang terlalu tinggi sehingga menimbulkan beban ekonomi tambahan. Selain itu, terdapat keuntungan ilegal sebesar US$2.617.683.34 yang berasal dari selisih harga antara impor BBM melebihi kuota dan pembelian BBM dari dalam negeri.*
Laporan oleh: Syahrul Baihaqi
