Pendidikan di Tiga Provinsi Lumpuh Pasca Banjir Sumatra-Aceh, JPPI Desak Pemerintah Tetapkan Status Bencana Nasional
FORUM KEDILAN – Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mengungkap layanan pendidikan di Sumatra Utara (Sumut), Sumatra Barat (Sumbar), dan Aceh nyaris berhenti total satu pekan setelah banjir besar melanda tiga provinsi tersebut.
Sejumlah sekolah dilaporkan rusak berat, terendam lumpur, hingga tak lagi berdiri. Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji menilai, mandeknya pemulihan diperburuk oleh belum adanya penetapan status bencana nasional, yang membuat aliran dukungan pendanaan dan logistik dari pusat berjalan sangat lambat.
“Kerusakan infrastruktur pendidikan sangat parah. APBD daerah jelas tidak akan mampu menanggungnya sendirian. Tanpa status bencana nasional atau setidaknya status darurat pendidikan dari pusat, mekanisme pendanaan dan logistik darurat menjadi sangat minim dan terhambat,” ujar Ubaid kepada Forum Keadilan, Kamis, 4/12/2025.
Ubaid mencatat sejumlah persoalan utama yang menghambat pemulihan layanan pendidikan. Pertama, banyak bangunan sekolah masih dipenuhi lumpur, mengalami kerusakan struktural, hingga hilang terbawa arus. Pembersihan dan perbaikan awal pun mayoritas dilakukan secara manual oleh warga dan guru.
“Sudah satu pekan, tapi pembersihan sekolah masih banyak yang dilakukan manual oleh warga karena belum ada dukungan logistik yang memadai,” kata Ubaid.
Kendala anggaran juga menjadi persoalan serius. Ubaid menilai, bantuan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) sebesar Rp13,3 miliar untuk pemulihan pasca bencana di tiga provinsi jauh dari memadai.
“Biaya rehabilitasi satu sekolah yang rusak sedang hingga berat bisa mencapai miliaran. Untuk puluhan kabupaten/kota, Rp13,3 miliar itu lebih bersifat simbolis ketimbang solutif,” ujarnya.
Hingga hari ini, lanjut Ubaid, banyak sekolah masih meliburkan siswa karena belum adanya ruang belajar darurat yang layak. Penyediaan tenda belajar dinilai tidak merata dan belum menjangkau seluruh titik bencana.
Kondisi tersebut, menurut Ubaid, berisiko menimbulkan dampak psikologis dan ketertinggalan akademik bagi anak-anak.
Selain itu, situasi ekonomi keluarga pasca banjir berpotensi mendorong meningkatnya angka putus sekolah. Hingga kini, pemerintah disebut belum mengeluarkan skema perlindungan sosial khusus untuk mencegah hal tersebut.
“Jika tidak ada intervensi cepat, kita akan menghadapi generasi hilang. Anak-anak bisa terhenti pendidikannya bukan hanya karena banjir, tetapi karena kelambanan negara,” ucapnya.
Melihat beragam persoalan tersebut, JPPI mendesak pemerintah mengambil langkah strategis sebagai berikut:
1. Menetapkan status bencana nasional dan status darurat pendidikan. JPPI menyebut, keputusan tersebut akan membuka akses penggunaan dana kontinjensi, anggaran on-call kementerian/lembaga, serta percepatan mobilisasi logistik dan sumber daya manusia dari pusat
2. Menyediakan pendanaan yang adekuat dan terukur. Pemerintah diminta menghitung ulang kebutuhan rehabilitasi dan rekonstruksi sektor pendidikan secara komprehensif, serta mempercepat mekanisme pencairan anggaran
3. Mempercepat penyediaan sekolah darurat. Sekolah darurat harus dipastikan layak, aman, dan dilengkapi fasilitas dasar seperti listrik, air bersih, MCK terpisah, dan P3K.
“Pendidikan adalah hak dasar yang tidak boleh terhenti, bahkan dalam situasi bencana. Kami mendesak Presiden dan para menteri terkait untuk segera mengambil keputusan politik yang berani demi menyelamatkan masa depan anak-anak di Sumut, Sumbar, dan Aceh,” pungkas Ubaid.*
Laporan oleh: Muhammad Reza
