Kamis, 04 Desember 2025
Menu

Bekas Ketua PN Jaksel Divonis 12,5 Tahun Penjara di Kasus Suap Vonis Lepas Migor

Redaksi
Bekas Ketua PN Jaksel Muhammad Arif Nuryanta saat mendengarkan pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu, 3/12/2025 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Bekas Ketua PN Jaksel Muhammad Arif Nuryanta saat mendengarkan pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu, 3/12/2025 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Bekas Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) Muhammad Arif Nuryanta divonis selama 12 tahun enam bulan pidana penjara dalam kasus suap vonis lepas ekspor crude palm oil (CPO).

Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menilai bahwa Arif telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi berupa suap secara bersama-sama dalam kasus tersebut.

“Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 12 tahun dan enam bulan,” kata Ketua Majelis Hakim Effendi di ruang sidang, Rabu, 3/12/2025, malam.

Selain itu, Arif juga dijatuhi pidana denda sebesar Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Dirinya juga diharuskan membayar pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp14.734.276.000 (miliar).

Apabila Arif tidak bisa membayar uang pengganti paling lama dalam waktu satu bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

“Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka dipidana dengan pidana penjara selama lima tahun,” tambahnya.

Dalam pertimbangan memberatkan, majelis hakim menilai bahwa perbuatan Terdakwa tidak mendukung komitmen negara dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Selain itu, tindakan Arif juga dinilai telah mencoreng nama baik lembaga yudikatif, yakni Mahkamah Agung (MA).

“Padahal pimpinan Mahkamah Agung sudah berulang kali mengingatkan warga pengadilan untuk berperilaku bersih, sesuai dengan visi Mahkamah Agung yaitu mewujudkan badan peradilan yang agung,” katanya.

Selain itu, Arif selaku Ketua PN Jaksel yang merupakan aparat penegak hukim justru melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus ini.

“Terdakwa merupakan pimpinan Pengadilan Negeri Kelas IA khusus seharusnya menjadi teladan bagi para hakim dan aparatur pengadilan, tetapi malah berbuat sebaliknya,” katanya.

Majelis hakim menambahkan bahwa Arif melakukan korupsi bukan karena kebutuhan, melainkan karena keserakahan. Dia juga disebut telah menikmati tindak pidana suap.

Sedangkan dalam pertimbangan meringankan, majelis hakim menilai bahwa Arif telah mengembalikan sebagian suap yang diterimanya dan masih memiliki tanggungan keluarga.

Sebelumnya, bekas Ketua PN Jaksel Muhammad Arif Nuryanta dituntut selama 15 tahun pidana penjara di kasus suap vonis lepas (ontslag) ekspor crude palm oil (CPO) alias minyak goreng.

Penuntut umum juga menuntut Arif dengan pidana denda sebesar Rp500 juta subsider enam bulan kurungan. Selain itu, ia juga dituntut untuk membayar uang pengganti sebesar Rp15,7 miliar.

Apabila uang pengganti tersebut tidak dibayar setelah satu bulan putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita dan dilelang untuk melunasi uang pengganti.

Dalam kasus ini, Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Agung (JPU Kejagung) menyebut bahwa eks Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) Muhammad Arif Nuryanta bersama dengan tiga majelis hakim yang mengadili perkara tersebut yakni Djuyamto, Agam Syarief Baharudin, dan Ali Muhtarom beserta dengan Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara (Jakut) Wahyu Gunawan telah menerima gratifikasi berupa uang tunai dalam bentuk dolar Amerika Serikat (AS) sebanyak US$2.500.000 atau Rp32 miliar yang diberikan secara bertahap.

Adapun total yang didapatkan para Terdakwa melalui suap vonis lepas ini ialah, Arif menerima sebanyak Rp15,7 miliar; Wahyu mendapat Rp2,4 miliar; Djuyamto mendapat Rp9,5 miliar; dan dua hakim anggota lain masing-masing mendapat total Rp6,2 miliar.

Jaksa menyebut bahwa uang sebanyak Rp40 miliar tersebut diterima dari kuasa hukum Terdakwa korporasi, yakni Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Sabih, dan M Syafe’i yang mewakili kepentingan Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.

Usai uang tersebut telah diterima, majelis hakim akhirnya memberikan vonis lepas terhadap tiga Terdakwa korporasi yang sebelumnya dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp17.708.848.928.104 (Rp17,7 triliun) di kasus persetujuan ekspor CPO atau minyak goreng.

Ketiga terdakwa korporasi dituntut membayar denda dan uang pengganti yang berbeda-beda. PT Wilmar Group dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp11.880.351.802.619 atau (Rp11,8 triliun), Permata Hijau Group dituntut membayar uang pengganti Rp937.558.181.691,26 atau (Rp937,5 miliar), dan Musim Mas Group dituntut membayar uang pengganti Rp4.890.938.943.794,1 atau (Rp4,8 triliun).*

Laporan oleh: Syahrul Baihaqi