Selamat Ginting: Mahasiswa Harus Jadi Garda Terdepan Hadapi Perang Generasi Kelima
FORUM KEADILAN – Pengamat Politik dan Militer dari Universitas Nasional (UNAS) Jakarta Selamat Ginting memberikan kuliah umum di Universitas Sumatra Utara (USU), Medan, Senin, 24/11/2025. Acara yang berlangsung di Lantai 2 Kantor Pusat Unggulan IPTEK (PUI), Lembaga Penelitian USU ini menghadirkan mahasiswa dari program sarjana dan pascasarjana.
Kuliah umum tersebut dimoderatori oleh Dr. Zulfendri selaku Ketua USU Centre for Health Politic and Management (UCHPOLM). Hadir pula Dr Salamuddin dari Dewan Pakar UCHPOLM, dan Dr. Saruhum Rambe dari Sekretaris Etnografik Research Center (ERC) USU. Antusiasme peserta terlihat tinggi mengingat Selamat Ginting kerap tampil sebagai analis di berbagai televisi nasional dan podcast ternama, selain kiprahnya sebagai wartawan senior sekaligus akademisi FISIP UNAS.
Era Baru Konflik: Perang Generasi Kelima
Dalam pemaparannya, Selamat Ginting menegaskan bahwa dunia saat ini tengah memasuki fase baru dinamika keamanan global. Perang Generasi Kelima (5th Generation Warfare/5GW) tidak lagi berbentuk serangan militer konvensional, melainkan hadir dalam rupa yang lebih halus, tidak terlihat, dan kerap menyasar pikiran manusia.
“Musuh dalam 5GW tidak selalu negara. Bisa individu, kelompok, bahkan jaringan yang memiliki kemampuan memanipulasi informasi dan opini publik,” jelasnya.
Menurutnya, karakteristik utama 5GW meliputi enam hal. Pertama; Serangan non-linear yang sulit terdeteksi. Kedua; Dominasi disinformasi dan manipulasi media. Ketiga; PsyOps dan cognitive warfare. Keempat; Serangan siber terhadap sistem strategis. Kelima; Destabilisasi tanpa kekerasan fisik. Keenam; Pelibatan aktor non-negara.
“Peperangan ini pada dasarnya menyasar kesadaran, kepercayaan, dan identitas bangsa. Negara bisa melemah tanpa ditembaki peluru,” tambahnya.
Dengan sumber daya alam berlimpah, jumlah penduduk besar, serta posisi geostrategis penting, Indonesia berada di posisi rawan terhadap berbagai bentuk ancaman modern. Selamat Ginting merinci beberapa potensi ancaman yang kini meningkat:
1. Disinformasi dan polarisasi digital yang memecah belah masyarakat.
2. Serangan siber terhadap data negara dan infrastruktur vital
3. Proxy war di sektor ekonomi dan sumber daya alam
4. Cultural warfare yang mengikis identitas nasional
5. Manipulasi politik dan social engineering melalui media sosial.
“Indonesia multikultural dan sangat aktif di ruang digital. Itu membuat kita sekaligus kuat dan rentan,” ungkapnya.
Mahasiswa sebagai Garda Terdepan Hadapi 5GW
Selamat Ginting menekankan bahwa mahasiswa memiliki peran signifikan dalam menghadapi perang yang tidak terlihat ini. Sebagai kaum intelektual yang kritis dan adaptif terhadap teknologi, mahasiswa dinilai sebagai kekuatan strategis pertahanan non-militer, dengan lima kriteria, yakni:
1. Agen Literasi Digital.
Mahasiswa diharapkan menjadi motor edukasi masyarakat dalam menangkal hoaks, memverifikasi informasi, serta membangun budaya digital yang etis dan sehat.
2. Penjaga Rasionalitas Publik.
Dengan kemampuan analitis, mahasiswa dapat mematahkan narasi ekstrem, mendorong dialog, dan menjaga ruang publik tetap objektif.
3. Kekuatan Intelektual Bangsa.
Melalui penelitian, kajian, dan inovasi, mahasiswa bisa berkontribusi pada penguatan pertahanan siber dan evaluasi kebijakan strategis negara.
4. Penggerak Persatuan dan Solidaritas Nasional.
Keberagaman latar belakang mahasiswa menjadi modal sosial dalam menolak polarisasi dan memperkuat kohesi bangsa.
5. Pelaku Diplomasi Publik.
Mahasiswa yang aktif di jejaring internasional dinilai dapat memperkuat citra Indonesia di forum global sekaligus menjadi pembawa nilai kebangsaan.
Penutup
Kuliah umum Selamat Ginting menjadi pengingat bahwa ancaman terhadap Indonesia kini hadir dalam bentuk yang tak kasatmata namun berdampak besar. Di tengah derasnya arus informasi dan teknologi, mahasiswa bukan hanya penonton, tetapi aktor penting dalam menjaga kedaulatan bangsa.
“Jika generasi muda melek digital dan kritis, maka Indonesia akan jauh lebih tangguh menghadapi Perang Generasi Kelima,” tutup Ginting.*
