Rabu, 03 Desember 2025
Menu

Wamenkum Ungkap Ada Tiga Bab Fokus Utama dalam RUU Penyesuaian Pidana

Redaksi
Wakil Menteri Hukum (Wamenkum) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej (kedua dari kanan) dalam rapat kerja (raker) dengan Komisi III DPR RI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 24/11/2025 | YouTube TVR Parlemen
Wakil Menteri Hukum (Wamenkum) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej (kedua dari kanan) dalam rapat kerja (raker) dengan Komisi III DPR RI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 24/11/2025 | YouTube TVR Parlemen
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Wakil Menteri Hukum (Wamenkum) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej mengungkapkan bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penyesuaian Pidana (PP) disusun dengan tiga fokus utama guna menciptakan konsistensi sistem pemidanaan di Indonesia.

Menurut Eddy, bab pertama dalam RUU tersebut mengatur mengenai penyelesaian pidana yang tersebar dalam berbagai undang-undang di luar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Beberapa poin penting yang diatur yaitu penghapusan pidana kurungan sebagai pidana pokok, penyesuaian kategori pidana denda dengan mengacu pada Buku I KUHP, serta penyelarasan ancaman pidana penjara agar proporsional dan tidak menimbulkan disparitas.

Selain itu, dilakukan pula penataan ulang pidana tambahan agar selaras dengan sistem sanksi yang berlaku dalam KUHP.

“Penyesuaian dilakukan untuk memberikan satu standar pemidanaan yang konsisten secara nasional,” katanya dalam rapat kerja (raker) dengan Komisi III DPR RI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 24/11/2025.

Selanjutnya, bab kedua membahas mengenai penyelesaian pidana dalam peraturan daerah (Perda). Terdapat tiga materi pokok yang diatur, yakni pembatasan pidana denda dalam peraturan daerah maksimal hanya sampai kategori ketiga sesuai sistem KUHP, penghapusan pidana kurungan dalam seluruh peraturan daerah, serta penegasan bahwa pemidanaan dalam Perda hanya dapat diberlakukan pada norma administratif berskala lokal.

Langkah tersebut, kata Edward, penting untuk menjaga proporsionalitas pemidanaan serta mencegah terjadinya over-regulation.

Sementara itu, bab ketiga menitikberatkan pada penyesuaian dan penyempurnaan KUHP yang baru. Penyesuaian dilakukan terhadap pasal-pasal yang memerlukan perbaikan redaksional maupun teknis penulisan, kejelasan ruang lingkup norma, serta harmonisasi ancaman pidana agar selaras dengan sistem baru tanpa minimum khusus atau rumusan kumulatif yang berpotensi menimbulkan multitafsir.

“Perubahan ini diperlukan untuk menjamin penerapan KUHP berlangsung secara efektif, jelas, dan tidak menimbulkan multitafsir,” pungkas Eddy.*

Laporan oleh: Novia Suhari