Rabu, 19 November 2025
Menu

Saksi Ungkap Proses Sewa Kapal Angkut Minyak Mentah Pertamina

Redaksi
Eks Direktur Manajemen Risiko PT Pertamina International Shipping (PIS) Muhamad Resa (kiri) saat bersaksi di kasus korupsi Pertamina di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa, 18/11/2025 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Eks Direktur Manajemen Risiko PT Pertamina International Shipping (PIS) Muhamad Resa (kiri) saat bersaksi di kasus korupsi Pertamina di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa, 18/11/2025 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Eks VP Sales & Marketing PT Pertamina International Shipping (PT PIS) Muhamad Resa mengungkap alur proses penyewaan kapal angkut minyak mentah yang dilakukan PT Kilang Pertamina Indonesia (KPI) yang pada akhirnya menyewa kapal Olympic Luna dibanding kapal Suezmax karena dinilai lebih hemat.

Hal itu ia ungkapkan ketika dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus korupsi tata kelola minyak mentah PT Pertamina (Persero) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

Mulanya, Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Agung (JPU Kejagung) menanyakan terkait adanya permintaan KPI soal kapal angkut minya mentah kepada PT Pertamina International Shipping (PIS).

“Ini kan KPI ada pelelangan di bawah satu juta barel yang akan diangkut ke Indonesia membutuhkan kapal. Apakah pernah PT PIS menerima surat dari KPI terkait permintaan penawaran harga dari PIS untuk mengadakan kapal untuk minyak mentah tadi dari Afrika Barat ke Indonesia,” tanya penuntut umum di ruang sidang, Selasa, 18/11/2025.

Resa membenarkan soal proses permintaan sewa kapal ‘carrier’ untuk mengangkut minyak mentah dari Afrika Barat menuju Cilacap, Jawa Tengah.

Ia menambahkan, PT PIS yang bergerak di bidang penyedia jasa pelayaran lantas mencarikan kapal pengangkut jenis Suezmax, yang menurut Resa dianggap sesuai dengan kapasitas impor tersebut.

“Jadi kalau gambaran besarnya tahap pertama itu tanggal 15 November sampai 7 Desember. Dan setelah itu tanggal 7 Desember sampai 30 Desember 2022,” jawabnya.

Resa menerangkan pada tahap pertama pihaknya menawarkan US$9,4 juta untuk sekali pengangkutan dengan kapal Suezmax. Kemudian disebutkan terjadi kenaikan harga imbas dari kenaikan kurs dolar dan pasar kapal, penawaran naik menyentuh angka US$10,5 juta. Namun, kata dia, PT KPI menilai, angka tersebut terlalu mahal dan meminta untuk dicarikan kapal tipe lain.

Jaksa lalu menanyakan apa tindak lanjut dari penolakan harga tersebut. Menjawab hal tersebut, Resa menerangkan bahwa PT KPI meminta untuk bekerja sama dengan Totsa.

“Kemudian apa tindak lanjut saudara ketika ada permintaan untuk menindaklanjuti Totsa. Yang dimaksud kapal apa VLCC. Jadi ketika PT KPI menganggap harga Suezmax mahal kemudian ia menyodorkan alternatif kapal lain VLCC. Apa tindak lanjut dari PIS ada permohonan itu,” kata penuntut umum.

Dirinya menjelaskan bahwa pihaknya meneruskan informasi tersebut ke PIS yang berlokasi di Singapura. Resa lalu membacakan balasan dari PIS Singapura penawaran harga US$6,9 juta dengan kapal Olimpic Luna.

Jaksa lalu menegaskan bahwa angka tersebut merupakan biaya penyewaan kapal jenis VLCC dengan sistem co-load, yakni satu kapal digunakan oleh dua pihak sekaligus.

“Harga US$6,9 juta ini harga penyewaan VLCC atau kapal ini. Co-load satu kapal dibagi dua, ada minyak mentah milik Totsa dan satu lagi milik KPI,” cecar jaksa.

Resa membenarkan hal tersebut dan menjelaskan bahwa sistem co-load berarti kedua pihak mengangkut barang secara bersamaan menggunakan kapal yang sama.

Dalam surat dakwaan, kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah Pertamina sudah memberikan kerugian negara sebesar Rp285 triliun, yakni karena impor produk kilang dan penjualan solar non-subsidi.*

Laporan oleh: Syahrul Baihaqi