Jumat, 14 November 2025
Menu

BGN Buka Peluang Warteg Terlibat dalam Rantai Pasok MBG

Redaksi
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana | Ist
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana | Ist
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Badan Gizi Nasional (BGN) menegaskan bahwa program Makan Bergizi Gratis (MBG) tidak hanya berfokus pada pemenuhan gizi anak, tetapi juga menciptakan peluang ekonomi baru melalui keterlibatan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam rantai pasok.

Kepala BGN Dadan Hindayana menyebut MBG sebagai program yang memiliki daya tarik besar sekaligus membuka lapangan kerja.

“Kita tahu juga bahwa dengan MBG ini, kita sudah membuka lapangan pekerjaan,” ujarnya di Jakarta, Jumat, 14/11/2025.

Menanggapi adanya keinginan dari Pedagang Warteg Indonesia untuk terlibat, Dadan memastikan bahwa ruang partisipasi UMKM sangat terbuka, terutama dalam pemenuhan kebutuhan bahan baku.

“Ya mungkin pemenuhan rantai pasok saja, kita kan sudah kembangkan dalam bentuk ekosistem dengan satuan SPPG (Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi) yang standarnya itu betul-betul diminta bahkan ada sertifikasi laik higienis dan sertifikasi, belum juga (HACCP). Ini butuh effort khusus, namun keterlibatan UMKM sangat terbuka untuk memenuhi rantai pasok,” jelasnya.

Ia menambahkan, UMKM juga bisa berkontribusi dalam penyediaan menu sederhana, termasuk hidangan penutup.

“Atau nanti juga buat menu-menu sederhana seperti kantin sederhana, untuk membuat menu pencuci mulut, yakni dessert dalam bentuk agar-agar dan puding, serta lainnya,” kata Dadan.

Menurutnya, program MBG memang didesain tidak hanya memastikan gizi anak terpenuhi, tetapi juga membangun pasar baru.

“Kita tidak hanya menyasar pemenuhan gizi, tapi membentuk new emerging market, kebutuhan, makanya dibentuk dalam satu ekosistem,” tegasnya.

Dadan menggambarkan besarnya peluang rantai pasok dengan contoh kebutuhan harian satu SPPG.

“Karena untuk bisa kasih makan 3.000 anak itu kan butuh 3.000 telur tuh. 3.000 telur tuh akhirnya harus ada 4.000 ayam,” ungkapnya.

Ia juga memaparkan bahwa penyediaan buah pisang memerlukan kapasitas produksi yang tidak kecil.

“3.000 pisang itu kan 150 sisir. Harus ada kebun pisang untuk satu SPPG,” jelasnya.

Hal serupa juga terjadi pada kebutuhan ikan lele sebagai sumber protein.

“Untuk satu SPPG, satu kali kasih makan lele kan 3.000 lele. Berapa kolam? Dua kolam. Jadi kalau lele ingin dipasok rutin seminggu sekali dari SPPG harus ada puluhan kolam bioflok lele,” paparnya.

Menurut Dadan, dinamika ini justru menunjukkan bahwa potensi ekonomi dari program MBG sangat luas dan menjanjikan.

“Jadi ini sekarang justru yang menarik itu. Bukan hanya siapa penerima manfaatnya. Justru yang menarik itu sekarang rantai pasok,” pungkasnya.

Dengan skema yang semakin matang, program MBG tidak hanya memperkuat ketahanan pangan anak, tetapi juga menciptakan ekosistem ekonomi baru yang melibatkan pelaku usaha lokal dari berbagai skala.*

Laporan oleh: Muhammad Reza