Rabu, 05 November 2025
Menu

Gubernur Riau dan Skema Jatah Preman: Dana Rp7 Miliar Disamarkan Jadi 7 Batang

Redaksi
KPK Gelar Konferensi Pers Kasus Gubernur Riau di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu, 5/11/2025 | Muhammad Reza/Forum Keadilan
KPK Gelar Konferensi Pers Kasus Gubernur Riau di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu, 5/11/2025 | Muhammad Reza/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Gubernur Riau Abdul Wahid resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas kasus dugaan pemerasan anggaran Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau.

Abdul Wahid diduga meminta potongan anggaran untuk kepentingan pribadi. Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menjelaskan, permintaan itu terungkap saat penyelidik memeriksa Sekretaris Dinas PUPR PKPP Riau Ferry Yunanda.

“Awalnya, Abdul Wahid akan diberikan 2,5 persen dari tambahan anggaran 2025,” ujar Tanak di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu, 5/11/2025.

Tanak memaparkan, anggaran yang dialokasikan pada UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I-VI Dinas PUPR PKPP naik dari Rp71,6 miliar menjadi Rp177,4 miliar, terjadi kenaikan sebesar Rp106 miliar.

Ferry Yunanda menyatakan kesanggupannya menyalurkan jatah tersebut kepada Kepala Dinas PUPR PKPP Riau M Arief Setiawan, yang merupakan representasi dari Abdul Wahid. Namun, Arief menolak pembagian 2,5 persen dan Abdul Wahid disebut meminta jatah lima persen.

“MAS (M Arief Setiawan) yang mempresentasikan saudara AW (Abdul Wahid), meminta fee sebesar lima persen atau Rp7 miliar,” ungkap Tanak.

KPK menyebut, jika permintaan itu tidak dipenuhi, Abdul Wahid mengancam akan mencopot atau memutasikan pejabat yang menolak.

“Diancam dengan pencopotan ataupun mutasi dari jabatannya,” tegas Tanak.

Permintaan semacam ini, menurut Tanak, sudah menjadi kebiasaan di Dinas PUPR PKPP Riau dan dikenal dengan istilah kode ‘jatah preman’. Dinas PUPR PKPP terpaksa menyetujui permintaan tersebut karena tekanan ancaman. Akhirnya, jatah untuk Abdul Wahid disepakati sebesar Rp7 miliar.

“Hasil pertemuan tersebut kemudian dilaporkan kepada Kepala Dinas PUPR PKPP Riau dengan menggunakan bahasa kode ‘7 batang’,” jelas Tanak.

Abdul Wahid belum menerima keseluruhan uang, tetapi sudah tiga kali menerima dana dari total permintaan. Pengiriman pertama sebesar Rp1,6 miliar pada Juni 2025, kemudian Rp1,2 miliar pada Agustus 2025, dan terakhir Rp1,25 miliar pada November 2025 melalui Kepala UPT 3. Total yang sudah diterima mencapai Rp4,05 miliar, saat itu pula KPK melakukan penangkapan.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan tiga tersangka, yakni Gubernur Riau Abdul Wahid, Kepala Dinas PUPR PKPP Provinsi Riau M Arief Setiawan, dan Tenaga Ahli Gubernur Riau Dani M Nursalam.

Abdul Wahid disangkakan melanggar Pasal 12e dan/atau 12f dan/atau 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.*

Laporan oleh: Muhammad Reza