Selasa, 28 Oktober 2025
Menu

Eks Dirut Pertamina Klaim PT OTM Perkuat Stok BBM Nasional

Redaksi
Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan (tengah baju hijau) saat menjadi saksi di sidang tata kelola minyak Pertamina, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 27/10/2025 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan (tengah baju hijau) saat menjadi saksi di sidang tata kelola minyak Pertamina, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 27/10/2025 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Bekas Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan mengklaim bahwa Terminal Bahan Bakar Minyak (BBM) perusahaan anak Riza Chalid, Muhammad Kerry Adrianto Riza, PT Oil Tanking Merak berperan penting untuk memperkuat stok cadangan BBM nasional.

Hal itu diungkapkan saat dirinya dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Muhammad Kerry Adrianto Riza, Dimas Werhaspati, dan Gading Ramadhan Joedo dalam sidang kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina.

Awalnya, Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Agung (JPU Kejagung) menanyakan soal apakah terminal BBM PT OTM memenuhi stok BBM nasional atau operasional.

“Stok nasional,” jawab Karen, di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin, 27/10/2025.

Jaksa lantas memastikan bahwa pemenuhan tersebut dibebankan kepada Pertamina selaku pelaksana operasional BBM.

“Betul. Tapi OTM sebagai stok nasional itu memang dibutuhkan,” jelasnya.

Dirinya menjelaskan bahwa stok operasional BBM Pertamina hanya mampu bertahan selama 18 hari. Sementara kebutuhan BBM nasional mengharuskan selama 30 hari.

“Kalau misalnya stok nasional harus 30 hari, memang kami tidak mampu. Karena persediaannya, persediaan itu maksudnya isinya ya, minyaknya, BBMnya, itu kalau di negara lain, itu menggunakan state budget, bukan corporate budget,” jelasnya.

Untuk itu, Karen menyebut bahwa PT OTM berperan untuk menyimpan cadangan energi nasional. Dirinya lantas mengutip Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2024 yang menyebut bahwa cadangan tersebut tanggung jawab pemerintah pusat.

Dalam surat dakwaan, jaksa memerinci sejumlah perbuatan yang dinilai merugikan negara, salah satunya terkait kerja sama penyewaan terminal bahan bakar minyak (BBM) Merak antara perusahaan terafiliasi dengan Kerry, yakni PT Jenggala Maritim dan Komisaris PT Jenggala Maritim serta Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak Gading Ramadhan Joedo.

Jaksa menyebut bahwa ketiga perusahan tersebut meneken kerja sama penyewaan terminal BBM Merak dengan PT Pertamina Patra Niaga. Padahal, saat itu Pertamina belum membutuhkan terminal BBM tambahan.

Jaksa mengungkap, nilai kerugian dari kerja sama penyewaan tersebut mencapai Rp2,9 triliun. Selain itu, aset terminal BBM Merak justru tercatat sebagai milik PT OTM, bukan menjadi aset Pertamina.

Tak hanya itu, jaksa juga menyoroti kerugian negara dari ekspor dan impor minyak mentah yang dilakukan dengan prosedur bermasalah. Nilai kerugian akibat ekspor minyak mentah diperkirakan mencapai US$1.819.086.068,47, sementara dari impor minyak mentah sekitar US$570.267.741,36.

Lebih lanjut, jaksa menyebut adanya kerugian perekonomian negara senilai Rp171.997.835.294.293,00 akibat harga pengadaan BBM yang terlalu tinggi sehingga menimbulkan beban ekonomi tambahan. Selain itu, terdapat keuntungan ilegal sebesar US$2.617.683.34 yang berasal dari selisih harga antara impor BBM melebihi kuota dan pembelian BBM dari dalam negeri.*

Laporan oleh: Syahrul Baihaqi