Eks Sekjen Kemnaker Dkk Dapat Setoran Rp20-30 Juta per Bulan di Kasus Pemerasan Agen TKA
FORUM KEADILAN – Bekas Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Heri Sudarmanto dan dua terdakwa lain disebut mendapat setoran sebanyak Rp20 hingga Rp30 juta per bulan dalam kasus dugaan pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA).
Adapun dua terdakwa lain yang disebut menerima setoran ialah Direktur Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) Kemnaker tahun 2017–2019 Wisnu Pramono, dan Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) tahun 2019–2024 Haryanto.
Hal itu disampaikan oleh Direktur PT Patera Surya Gemilang Alie Wijaya Tan yang dihadirkan sebagai saksi oleh jaksa penuntut umum (JPU) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat, 19/12/2025.
Mulanya, penuntut umum menanyakan terkait biaya dana kontribusi ‘ilegal’ yang diminta para Terdakwa. Lalu, jaksa menanyakan berapa banyak setoran yang diberikan saksi kepada para Terdakwa.
Alie lantas mengatakan bahwa dirinya memberikan kontribusi kepada para Terdakwa kisaran Rp20 hingga Rp30 juta per bulan.
“Saya berdiskusi di kantor dengan pimpinan saya juga, kami hanya bisa memberikan sumbangan bentuk kontribusi itu waktu ke Pak Heri itu per bulan Rp20 juta. Nah selanjutnya ke Pak Wisnu itu sekitar Rp30 juta. Ke Saudara Terdakwa Wisnu secara global ya setiap bulan. Kemudian kepada Saudara Terdakwa Haryanto juga sebesar Rp30 juta secara global aja bentuk sumbangan kontribusi,” katanya di ruang sidang.
Ia menyebut menolak permintaan pejabat Kemnaker yang meminta Rp500 ribu per tenaga kerja asing. Namun, dirinya menolak dan memilih untuk membayar setoran bulanan.
“Nah oleh saya keberatan. Karena memberatkan perusahaan-perusahaan pengguna. Perusahaan pengguna ini kan investor kita harus bantu ya kan. Jadi ya secara umum ya saya diskusi dulu dengan di kantor saya, ya saya bisa hanya memberikan secara global yaitu per bulan,” katanya.
Jaksa lantas memastikan apakah dirinya pernah mengajukan permohonan RPTKA tanpa memberikan uang imbalan kepada para Terdakwa.
“Ya karena pada waktu kita menghadap itu kan ada permintaan. Lalu kita putuskan ya kita secara global aja sampai secara global selama mereka menduduki sebagai direktur,” jawabnya.
Sebanyak delapan orang mantan pejabat di Kemnaker RI didakwa melakukan pemerasan terkait pengurusan RPTKA. Para terdakwa disebut menerima uang Rp135,29 miliar dalam kurun waktu 2017-2025.
Sebelumnya, delapan terdakwa dalam perkara ini berasal dari lingkungan Kemnaker. Mereka antara lain Gatot Widiartono, yang menjabat Kepala Subdirektorat Maritim dan Pertanian Ditjen Binapenta & PKK pada 2019–2021 sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) PPTKA periode 2019–2024, serta Koordinator Bidang Analisis dan Pengendalian TKA Direktorat PPTKA pada 2021–2025.
Terdakwa lainnya ialah Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad yang merupakan staf Direktorat PPTKA Ditjen Binapenta & PKK Kementerian Ketenagakerjaan sepanjang 2019–2024.
Selain itu, turut didakwa Suhartono yang menjabat Dirjen Binapenta sekaligus PPK Kementerian Ketenagakerjaan pada 2020–2023, serta Haryanto yang sebelumnya menjabat Direktur PPTKA periode 2019–2024 dan kemudian diangkat sebagai Dirjen Binapenta pada 2024–2025.
Nama lain yang juga menjadi terdakwa adalah Wisnu Pramono selaku Direktur PPTKA periode 2017–2019, serta Devi Angraeni yang menjabat Koordinator Uji Kelayakan Pengesahan PPTKA sejak 2020 hingga Juli 2024 sebelum diangkat sebagai Direktur PPTKA pada 2024–2025.
Dalam perkara ini, Suhartono disebut menerima Rp460 juta sepanjang 2020–2023. Haryanto diduga memperoleh Rp84,7 miliar serta satu unit mobil Innova Reborn bernopol B 1354 HKY sejak 2018–2025. Wisnu Pramono diduga menerima Rp25,1 miliar dan satu unit sepeda motor Vespa Primavera bernopol B 4880 BUQ pada 2017–2019. Sementara itu, Devi Anggraeni disebut menerima Rp3,25 miliar pada 2017–2025 dan Gatot Widiartono Rp9,47 miliar sepanjang 2018–2025.
Adapun Putri Citra Wahyoe diduga menerima Rp6,39 miliar, Alfa Eshad Rp5,23 miliar, serta Jamal Shodiqin Rp551,1 juta, masing-masing sejak 2017 hingga 2025.
Seluruh uang tersebut diduga berasal dari para agen tenaga kerja asing, baik perorangan maupun perusahaan penyalur TKA, dengan total mencapai Rp135,29 miliar.*
Laporan oleh: Syahrul Baihaqi
