Kamis, 18 Desember 2025
Menu

MK Tegaskan Pasal Inti UU Tipikor Konstitusional

Redaksi
Ilustrasi Korupsi | Ist
Ilustrasi Korupsi | Ist
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan bahwa dua pasal inti yang kerap menjerat pelaku korupsi dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) tetap konstitusional. Adapun dua pasal tersebut ialah Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 UU Nomor  31 Tahun 1999.

Hal tersebut tertuang dalam putusan Nomor 142/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Mantan Direktur Utama Perum Perikanan Indonesia (2016-2017) Syahril Japarin, Mantan Pegawai PT Chevron Pacific Indonesia Kukuh Kertasafari, dan Mantan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam. Para Pemohon meminta agar Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 UU Tipikor inkonsitusional.

“Menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo di ruang sidang, Rabu, 17/12/2025.

Dalam pertimbangan hukumnya, Mahkamah menegaskan bahwa dua pasal inti UU Tipikor tidak perlu tambahan pembuktian soal sebab-akibat secara terpisah antara perolehan keuntungan yang dimiliki terdakwa atau orang lain atau korporasi.

“Karena kerugian keuangan negara atau perekonomian negara merupakan akibat dari perbuatan melawan hukum dalam norma Pasal 2 ayat 1 dan perbuatan penyalahgunaan kewenangan dalam Pasal 3 UU Tipikor yang berakibat adanya memperkaya diri sendiri/orang lain/korporasi,” kata Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur, Rabu, 17/12/2025.

MK juga menekankan bahwa rumusan dua pasal inti tersebut terkait frasa ‘secara melawan hukum’ dan ‘menyalahgunakan kewenangan’ memiliki hubungan kausalitas dengan frasa ‘yang merugikan keuangan negara’. Apalagi, pasal tersebut didesain untuk mengantisipasi modus kejahatan korupsi yang semakin beragam.

“Adalah tidak dapat dilepaskan dari arah politik hukum pemberantasan tindak pidana korupsi saat UU Tipikor dirumuskan yang ditujukan untuk mengantisipasi sifat maupun modus tindak pidana korupsi yang semakin banyak varian,” tambahnya.

Sementara terkait dalil para Pemohon soal tidak adanya unsur jahat atau mens rea, MK menilai bahwa unsur tersebut telah tercantum dalam perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan secara sadar oleh pelaku korupsi. Sehingga, Mahkamah menilai bahwa tidak perlu lagi mencantumkan unsur ‘dengan sengaja’ dalam Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 UU Tipikor.

“Artinya, pelaku tindak pidana korupsi dalam melakukan perbuatannya dalam batas penalaran yang wajar telah secara sadar/sengaja dan menghendaki (willens en wetens) terhadap akibat perbuatan yang dilakukan. Hal tersebut sekaligus menjadi fakta adanya hubungan kausalitas dengan adanya actus reus dan mens rea serta unsur memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi,” kata Ridwan.

MK menyatakan bahwa unsur memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi tak dapat dipisahkan dari syarat mutlak atas adanya perbuatan tipikor yang menjadi unsur fundamental dari 2 pasal tersebut.

MK bahkan berpendapat bahwa pelaku yang tidak menikmati buah hasil korupsi namun merugikan kerugian negara tetap dapat dijerat tipikor dengan memakai Pasal 55 dan/atau Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).*

Laporan oleh: Syahrul Baihaqi