Selasa, 16 Desember 2025
Menu

14 Desember Resmi Jadi Hari Sejarah Nasional

Redaksi
Soft Launching Buku Sejarah Indonesia: Dinamika Kebangsaan dalam Arus Global, Minggu, 14/12/2025 | YouTube Kementerian Kebudayaan
Soft Launching Buku Sejarah Indonesia: Dinamika Kebangsaan dalam Arus Global, Minggu, 14/12/2025 | YouTube Kementerian Kebudayaan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia (Kemenbud RI) resmi menetapkan tanggal 14 Desember menjadi Hari Sejarah Nasional. Penetapan ini berdasarkan Keputusan Menteri Kebudayaan RI Nomor 206/M/2025 yang ditandatangani pada 8 Desember.

Adapun penetapan Hari Sejarah Nasional ini adalah usulan dari Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI), organisasi yang menaungi para sejarawan, akademisi, peneliti, pendidik sejarah, hingga peminat sejarah di Indonesia.

Organisasi tersebut menjadi garda terdepan dalam pengembangan ilmu sejarah, pendidikan sejarah, dan penguatan kesadaran sejarah di masyarakat.

Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon pun mengungkapkan bahwa Hari Sejarah Nasional adalah upaya bersama memberikan pendekatan Indonesia-sentris untuk memahami perjalanan bangsa. Penetapan ini juga menjadi upaya negara dalam memperkuat kesadaran sejarah kolektif dan meneguhkan jati diri bangsa Indonesia.

“Penetapan Hari Sejarah merujuk pada peristiwa Seminar Sejarah Nasional yang berlangsung pada 14-17 Desember 1957 di Universitas Gadjah Mada. Pada masa itu, Indonesia yang baru merdeka tengah melakukan konsolidasi nasional sekaligus mulai menuliskan sejarahnya sendiri dengan perspektif Indonesia-sentris,” ungkap Fadli.

Hal tersebut diungkapkan oleh Fadli dalam Soft Launching Buku Sejarah Indonesia: Dinamika Kebangsaan dalam Arus Global, Minggu, 14/12.

Tanggal tersebut ditetapkan sebagai Hari Sejarah Nasional karena mempunyai makna historis penting dalam perkembangan historiografi Indonesia. Pada tanggal ini, terselenggara Seminar Sejarah Indonesia pertama yang berlangsung pada 14-18 Desember 1957 di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Seminar ini menjadi penanda lahirnya kesedaran kalangan sejarawan Indonesia untuk menulis sejarah nasional dari perspektif bangsa sendiri atau Indonesia-sentris. Hal ini menjadi upaya melepaskan diri dari cara pandang colonial-sentris.

Kesadaran tersebut kemudian berkembang lewat banyak forum akademik nasional yang hasilnya, yaitu penerbitan buku Sejarah Nasional Indonesia yang berisi enam jilid tahun 1975. Karya ini menjadi rujukan utama penulisan sejarah nasional Indonesia dan mencerminkan komitmen bangsa untuk mengonstruksi narasi sejarahnya dengan mandiri dan ilmiah.

Di samping itu, Direktur Jenderal Perlindungan Kebudayaan dan Tradisi Restu Gunawan menyebut bahwa hari penguatan kesadaran sejarah haruslah berjalan seiring penguatan secara kelembagaan dan simbolik.

“Sejarah adalah fondasi. Kehilangan sejarah berarti kehilangan arah kebangsaan. Penetapan Hari Sejarah merupakan bentuk kehadiran negara dalam menjaga memori kolektif bangsa,” jelas dia.

Restu memandang bahwa penetapan Hari Sejarah Nasional mencerminkan komitmen Kemenbud yang bersifat tunggal dan mandiri pada pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dalam memberikan pengakuan terhadap peristiwa historis yang memiliki makna strategis untuk bangsa.

Selain itu, Hari Sejarah Nasional juga diharapkan bisa menjadi momentum reflektif untuk masyarakat di tengah tantangan globalisasi dan disrupsi digital. Sebab, arus informasi yang kini begitu cepat dan masif dipandang dapat berpotensi melahirkan penyederhanaan, distorsi, sampai manipulasi narasi sejarah apabila tidak diimbangi dengan pemahaman sejarah yang kritis dan berbasis penelitian.

Dengan penetapan Hari Sejarah Nasional ini juga menegaskan pentingnya pendekatan Indonesia-sentris dalam memahami perjalanan bangsa. Sejarah Indonesia, kata Restu, dipahami sebagai hasil dari dinamika internal bangsa yang sudah mempunyai peradaban tua, mampu bertransformasi lewat perjumpaan dengan berbagai peradaban dunia dan menentukan arah kebangsaannya sendiri usai kemerdekaan.

Penetapan Hari Sejarah juga diharapkan bisa menjadi sarana edukatif dan reflektif untuk masyarakat, terkhusus generasi muda. Oleh karena itu, mereka bisa memahami sejarah yang tak hanya menjadi catatan masa lalu, namun juga sumber pembelajaran, nilai, dan inspirasi dalam membangun masa depan bangsa.*