Senin, 15 Desember 2025
Menu

Pemerintah Tak Dipercaya, Publik Pilih Influencer

Redaksi
Presiden Prabowo Subianto mengunjungi Kabupaten Aceh Tamiang, Provinsi Aceh, meninjau posko pengungsian di wilayah terdampak bencana pada Jumat, 12 Desember 2025. | Dok BPMI Setpres/Muchlis Jr
Presiden Prabowo Subianto mengunjungi Kabupaten Aceh Tamiang, Provinsi Aceh, meninjau posko pengungsian di wilayah terdampak bencana pada Jumat, 12 Desember 2025. | Dok BPMI Setpres/Muchlis Jr
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Pengamat Politik dari PARA Syndicate, Lutfia Harizuandini menilai menurunnya kepercayaan publik terhadap pemerintah dan pejabat mendorong munculnya ruang-ruang partisipasi masyarakat sipil di luar mekanisme resmi negara.

Menurut Lutfia, fenomena tersebut tercermin dari maraknya penggalangan donasi oleh influencer untuk membantu korban bencana alam di Aceh dan Sumatra.

Ia menilai inisiatif semacam itu merupakan bentuk ketidakpercayaan masyarakat terhadap kemampuan pemerintah dalam mengakomodasi seluruh kebutuhan warga, khususnya dalam situasi darurat.

“Saya jadi ingat tentang influencer kemarin yang mengumpulkan donasi untuk korban bencana di Aceh dan Sumatra. Itu merupakan bentuk ketidakpercayaan pada pemerintah untuk mengakomodir semua itu,” kata Lutfia kepada Forum Keadilan, Minggu, 14/12/2025.

Menurut dia, fenomena tersebut menunjukkan adanya pergeseran cara publik menyalurkan solidaritas dan aspirasi sosial. Masyarakat dinilai tidak lagi sepenuhnya bergantung pada saluran formal negara, melainkan mulai membangun ruang-ruang alternatif yang lebih dipercaya.

“Dari sana saya kira ke depan bakal ada ruang-ruang non-official untuk suara-suara publik,” ujarnya.

Ia juga menyoroti situasi politik dan ekonomi nasional yang dinilai turut memengaruhi menurunnya tingkat kepercayaan publik. Menurut Lutfia, kondisi ekonomi yang lemah dan meningkatnya pengangguran memperparah jarak antara pemerintah dan masyarakat.

“Sebab kalau kita melihat situasi politik saat ini, terasa sulit. Kita tahu ekonomi lemah, pengangguran juga semakin banyak, trias politika juga tidak berfungsi,” ujarnya.

Dalam konteks tersebut, Lutfia menilai kebijakan publik kerap tidak berpijak pada kebutuhan rakyat.

“Seringkali kebijakan itu selera para elit dan tidak mempertimbangkan kebutuhan rakyat,” pungkasnya.*

Laporan oleh: Muhammad Reza