Hampir Semua Partai Gabung Pemerintah, Pengamat Nilai DPR Kehilangan Fungsi Pengawasan
FORUM KEADILAN – Pengamat politik dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta Ardli Johan Kusuma menilai, dinamika politik dalam setahun pemerintahan Prabowo Subianto–Gibran Rakabuming Raka menunjukkan gejala melemahnya fungsi demokrasi akibat koalisi pemerintahan yang terlalu gemuk.
Ardli mengatakan, banyaknya partai politik yang bergabung dalam koalisi justru menggerus prinsip dasar trias politika yang seharusnya menjaga keseimbangan kekuasaan negara. Menurut dia, check and balance menjadi tidak berjalan ketika hampir seluruh kekuatan politik berada di barisan pemerintah.
“Koalisi partai politik dalam konteks tertentu memang merusak demokrasi. Dengan bergabungnya banyak partai di pemerintahan, itu justru mengingkari konsep trias politika,” ujar Ardli kepada Forum Keadilan, Rabu, 10/12/2025.
Ia menjelaskan, trias politika dirancang agar kekuasaan pemerintah tidak berjalan tanpa batas. Oleh karena itu, dibentuklah lembaga-lembaga negara yang berfungsi mengontrol, termasuk DPR sebagai kekuatan legislatif. Namun, fungsi itu dipandang melemah ketika partai-partai di parlemen ikut bergabung dengan pemerintah.
“Kalau lembaga yang seharusnya bisa mengontrol pemerintah, dalam hal ini DPR, justru semuanya berada dalam koalisi, maka fungsinya menjadi tidak berjalan. Kader-kader di DPR mengikuti apa yang ditetapkan partai politik, dan partai politik patuh kepada Presiden,” kata Ardli.
Menurutnya, situasi tersebut membuat demokrasi tampak seperti ilusi. Ia menilai, pemerintah berjalan seakan tanpa pengawasan karena tidak ada oposisi yang cukup kuat untuk menahan atau mengkritisi kebijakan.
“Dengan dalih persatuan, koalisi yang gemuk justru membuat DPR serasa tidak memiliki fungsi. Aspirasi dari bawah bisa saja dibahas di parlemen, tetapi jika Presiden atau elite partai mengatakan tidak, maka itu tidak berjalan,” paparnya.
Ardli menyebut kondisi ini sebagai ironi bagi demokrasi Indonesia. Ia menegaskan bahwa demokrasi tidak dapat berfungsi dengan baik jika seluruh kekuatan politik hanya tunduk pada pemerintah tanpa keseimbangan kekuasaan.
“Ini kondisi ironis. Kebijakan apa pun bisa saja ditentukan oleh Presiden dan elite partai, sementara mekanisme kontrol tidak berjalan. Demokrasi akhirnya kehilangan makna,” ujarnya.
Diketahui, komposisi politik di Senayan saat ini didominasi partai-partai yang menyatakan dukungan kepada pemerintahan Prabowo-Gibran. Sejumlah partai besar, baik yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju maupun partai yang sebelumnya berada di luar barisan pendukung, kini memilih berada di sisi pemerintah.
Sementara itu, PDI Perjuangan, partai pemenang Pemilu 2019 dan salah satu kekuatan utama di parlemen, memilih tidak memposisikan diri sebagai oposisi maupun bagian dari koalisi pemerintah. Sikap tersebut ditegaskan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.
“PDI Perjuangan tidak memposisikan sebagai oposisi dan juga tidak semata-mata membangun koalisi kekuasaan,” ujar Megawati dalam pidatonya pada Kongres VI PDI Perjuangan di Bali Nusa Dua Convention Center, Badung, Bali, Sabtu, 2/8 lalu.*
Laporan oleh: Muhammad Reza
