Indonesia Butuh Ahli Air: Sebuah Pesan Penting dari Presiden Prabowo
Penulis: Andi Setyo Pambudi
Perencana Ahli Utama Kementerian PPN/Bappenas
FORUM KEADILAN – Presiden Prabowo Subianto kembali menggarisbawahi urgensi Indonesia memiliki lebih banyak ahli yang benar-benar menguasai persoalan air. Penegasan itu ia sampaikan dalam pengantar sidang kabinet paripurna di Istana Negara, Jakarta, pada 20 Oktober 2025, yang turut disiarkan secara daring. Dalam forum itu, Presiden Prabowo meminta Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Brian Yuliarto, untuk meninjau ulang kurikulum pendidikan tinggi di seluruh Indonesia.
Ia ingin memastikan bahwa mahasiswa, khususnya di bidang teknik dan sains, memperoleh pengetahuan yang cukup untuk memahami cara mencari, mengelola, memanfaatkan, hingga mendistribusikan air secara efektif dan berkelanjutan.
Menurut Presiden Prabowo, air seharusnya tidak menjadi sumber persoalan bagi negeri ini. Ia menyoroti kondisi klasik yang terus berulang: setiap musim hujan, wilayah dataran rendah selalu dirundung banjir, sementara di musim kemarau banyak daerah justru kekurangan air bersih. Pola ini, tegasnya, tidak bisa lagi dianggap sebagai situasi wajar yang diterima begitu saja. Dunia pendidikan tinggi perlu mengambil posisi yang lebih kuat dalam mencetak ahli untuk mengubah air menjadi sumber produktivitas, bukan sumber petaka.
Di balik pernyataan tersebut, sektor air memang dikenal memiliki dua disiplin ilmu yang kerap disamakan, padahal ciri dan cakupannya berbeda. Teknik Pengairan berfokus pada sistem tata air seperti irigasi, drainase, dan pemanfaatan air tanah. Mahasiswanya mempelajari hidrologi, hidrolika, konstruksi sipil, serta teknik pengaturan aliran air.
Sementara itu, Teknik Sumber Daya Air mencakup spektrum yang lebih luas, termasuk penyediaan air baku, konservasi air, perencanaan infrastruktur pengendalian banjir, hingga strategi pengelolaan air jangka panjang berbasis ekosistem. Meski memiliki fokus berbeda, keduanya memainkan peran yang sangat penting untuk ketahanan air, ketahanan pangan, serta pengurangan risiko bencana.
Salah satu pusat pendidikan yang menonjol dalam bidang ini adalah Universitas Brawijaya (UB). Melalui Jurusan Teknik Pengairan di Fakultas Teknik, UB menyediakan program sarjana, magister, dan doktor dalam lingkup Teknik Sumber Daya Air. Kurikulum di jurusan ini menekankan kemampuan merancang, merencanakan, dan mengelola sistem pengelolaan air secara terpadu.
Pengakuan terhadap kualitas pendidikan mereka juga tidak main-main: program sarjana dan magister telah meraih akreditasi Unggul di tingkat nasional serta ASEAN, sementara program doktoralnya juga mendapat akreditasi Unggul. Ini membuktikan bahwa Indonesia sesungguhnya memiliki kapasitas akademik untuk melahirkan ahli air kelas internasional.
Selain UB, kampus-kampus besar seperti ITB, UGM, dan UI juga memiliki program studi yang kuat di bidang sumber daya air. Keberadaan mereka menjadi krusial karena kebutuhan tenaga ahli semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pembangunan bendungan, rehabilitasi jaringan irigasi, pengembangan kanal banjir, modernisasi sistem air bersih, hingga pengendalian banjir perkotaan membutuhkan tenaga profesional yang paham dinamika hidrologi dan hidrolika. Tanpa pasokan ahli yang memadai, Indonesia berisiko semakin bergantung pada tenaga asing dalam menjalankan proyek strategis.
Presiden Prabowo juga menekankan bahwa pekerjaan-pekerjaan penting tersebut idealnya ditangani oleh putra-putri bangsa sendiri. Pengelolaan air bukan sekadar membangun infrastruktur fisik, tetapi juga melibatkan kemampuan membaca pola hujan, menganalisis karakteristik sungai, mengidentifikasi daerah rawan genangan, menentukan desain bendungan yang tepat, merancang sistem distribusi air baku, serta mengurangi risiko banjir dan kekeringan. Semua itu menuntut keahlian teknis dan analitis yang hanya bisa diperoleh melalui pendidikan yang baik.
Dalam konteks yang lebih luas, kebutuhan akan ahli teknik pengairan dan sumber daya air juga sangat erat kaitannya dengan isu perubahan iklim. Pergeseran pola musim, intensitas hujan ekstrem, dan peningkatan frekuensi kejadian banjir serta longsor adalah dampak nyata dari pemanasan global. Di sinilah ilmu hidrologi, hidroklimatologi, dan ekologi air menjadi semakin penting. Mahasiswa harus memahami bagaimana perubahan iklim mempengaruhi siklus hidrologi, bagaimana debit puncak sungai meningkat, serta bagaimana tata guna lahan memperburuk atau memperbaiki kondisi wilayah tangkapan air.
Pada kawasan hulu, misalnya, ilmu ekologi diperlukan untuk memahami fungsi hutan sebagai penyimpan air dan pengendali limpasan permukaan. Di daerah lereng dan tengah DAS, pendekatan hidrologi membantu merancang sistem konservasi tanah dan air untuk mencegah longsor.
Sementara di dataran rendah, keahlian dalam hidrolika dan rekayasa banjir diperlukan untuk memitigasi risiko genangan sekaligus mendukung adaptasi perubahan iklim. Jurusan-jurusan di bidang air inilah yang akan menghasilkan para profesional yang mampu menjawab tantangan tersebut secara ilmiah dan sistematis.
Dari sisi ketahanan pangan, peran ahli air tidak kalah strategis. Pertanian yang produktif hanya mungkin terjadi bila sistem irigasi berjalan baik. Di musim kemarau, kesalahan perhitungan kebutuhan air dapat menyebabkan gagal panen. Sebaliknya, tanpa pengendalian banjir yang memadai, sawah bisa rusak saat curah hujan meningkat. Air menjadi penentu kualitas hidup petani, terutama di tengah ancaman iklim yang semakin tidak menentu.
Prospek karier di bidang Teknik Pengairan maupun Teknik Sumber Daya Air pun semakin luas. Lulusan dapat berprofesi sebagai insinyur pengairan, ahli hidrologi, konsultan pengendalian banjir, perencanaan DAS, analis lingkungan, manajer sumber daya air, hingga pengembang sistem pemodelan berbasis GIS dan machine learning. Dengan semakin banyaknya proyek strategis nasional dan proyek adaptasi perubahan iklim yang membutuhkan analisis hidrologi-ekologi, permintaan terhadap tenaga ahli ini dipastikan akan terus meningkat.
Pesan Presiden Prabowo menjadi pengingat penting bahwa masa depan Indonesia sangat ditentukan oleh kemampuan bangsa dalam mengelola air. Negara memerlukan ahli yang cukup, kampus harus memperkuat kurikulumnya, dan generasi muda sebaiknya melihat bidang air sebagai peluang kontribusi besar bagi Indonesia.
Jika semua pihak bergerak dalam satu arah, Indonesia tidak hanya mampu mengelola air secara mandiri, tetapi juga lebih siap menghadapi tantangan perubahan iklim dan menjaga keberlanjutan pangan bagi generasi mendatang.
Air bukan hanya urusan infrastruktur. Air adalah tentang keberlanjutan, keselamatan, dan masa depan bangsa (ASP). *
