Rabu, 03 Desember 2025
Menu

Menteri LH Bakal Sanksi Korporasi hingga Pemda Terlibat Perusakan Lingkungan di Sumatra

Redaksi
Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 3/12/2025 | Novia Suhari/Forum Keadilan
Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 3/12/2025 | Novia Suhari/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol mengungkapkan bahwa pemerintah akan memanggil dan mendalami dugaan keterlibatan tujuh dari delapan korporasi yang diduga berperan dalam kerusakan lingkungan yang menjadi pemicu bencana alam di wilayah Sumatra.

“Ini akan terus berkembang. Saat ini baru terdata tujuh dari delapan. (Korporasi) yang kedelapan sebenarnya belum aktif, tetapi kami akan dalami lagi. Jadi ini di Batang Toru ya. Namun, tentu kita harus adil. Itu spot-spot dari unit usaha, tapi yang paling besar dilakukan banyak pihak dan itu harus kita dalami,” katanya, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 3/12/2025.

Ia menjelaskan bahwa lahan pada kawasan hulu yang seharusnya menjadi kawasan hutan berubah menjadi pertanian lahan kering dengan luasan sangat besar. Dari total sekitar 340 ribu hektare, diperkirakan 50 ribu hektare di area hulu telah menjadi lahan tanpa pepohonan.

“Tidak ada pohon di atasnya, sehingga ketika hujan sedikit saja, kita sudah bisa membayangkan akibatnya,” ujarnya.

Janji tidak akan pandang bulu, Hanif menegaskan bahwa sektor usaha yang terlibat akan diproses, baik kegiatan itu berizin maupun tidak.

“Terkait liar atau tidak liar, kami tidak melihat itu. Silakan jika izinnya ada, tetapi kalau menimbulkan kerusakan lingkungan, itu urusan Menteri Lingkungan Hidup,” tegasnya.

Terkait kemungkinan sanksi pidana, ia memastikan bahwa pemerintah akan menerapkan tiga instrumen penegakan hukum. Pertama, sanksi administratif kepada pemerintah daerah apabila kebijakan terbukti memperburuk kondisi lanskap. Kedua, sanksi persenjataan lingkungan hidup, karena kondisi bencana mensyaratkan pemulihan.

“Undang-Undang 32 menganut asas polluter pays, semua pencemar wajib membayar. Ini pasti kami tempuh,” katanya.

Sedangkan langkah ketiga, pendekatan pidana, mengingat bencana telah menimbulkan korban jiwa.

“Ketiga-tiganya akan diterapkan untuk memberikan keadilan, membangun efek jera, dan mendorong kehati-hatian,” tegasnya lagi.

Hanif menambahkan bahwa mulai hari ini, Kementerian LH menarik seluruh dokumen persetujuan lingkungan di kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang terdampak untuk di-review ulang.

“Kalau memang tidak bisa diteruskan, ya harus berubah kegiatan dan sebagainya. Akan ada rekomendasi teknis dari tim ahli,” ujarnya.*

Laporan oleh: Novia Suhari