Selasa, 18 November 2025
Menu

Pemerintah Resmi Gelontorkan Rp10 T untuk KUR Berbasis Kekayaan Intelektual

Redaksi
Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, 26/9/2025 | Novia Suhari/Forum Keadilan
Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, 26/9/2025 | Novia Suhari/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Pemerintah menggelontorkan Rp10 triliun untuk pendanaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) berbasis kekayaan intelektual (KI).

Kebijakan tersebut disetujui Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Rapat Koordinasi Komite Nasional, pada Senin, 17/11/2025.

Menteri Hukum (Menhum) Supratman Andi Agtas mengatakan bahwa Indonesia dengan persetujuan tersebut akan menempati posisi negara ke-15 di dunia yang menyediakan skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual bagi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan pelaku ekonomi kreatif.

Menurutnya, pihaknya sudah berkoordinasi lintas Kementerian dan Lembaga (K/L) untuk dapat mewujudkan skema tersebut.

Andi Agtas berharap agar pemilik kekayaan intelektual segera dapat mengakses pembiayaan yang lebih luas melalui KUR maupun fasilitas non-KUR sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2022.

Dikarenakan, kebutuhan pendanaan riset dan pengembangan inovasi, terutama dari perguruan tinggi dan lembaga penelitian yang menghasilkan produk berbasis KI masih mengalami keterbatasan modal.

“Langkah awal sudah kami lakukan bersama BRI, dan kami juga memohon kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar pembiayaan baik yang bank maupun non-bank bisa melaksanakan kebijakan kredit pemerintah setelah adanya lembaga penilai kekayaan intelektual,” katanya.

Skema yang akan digunakan pada 2026 dalam pengajuan agunan pokok untuk para pelaku ekonomi kreatif ini dimulai dengan pengajuan proyek berbasis kekayaan intelektual kepada pemodal untuk bank yang akan dikenakan bunga 2,4 persen per tahun.

Pihak bank hingga non-bank akan meminta taksiran nilai valuasi proyek kepada lembaga valuator kekayaan intelektual.

Besaran permodalan bergantung pada nilai valuasi tersebut. Bila modal lebih besar diperlukan, para pemilik sertifikat dan pencatatan kekayaan intelektual juga dapat mengajukan agunan tambahan.

“Jaminan pasarnya ada, (regulasi) hukumnya siap. Yang kurang adalah pembiayaan riset. Dengan KUR berbasis KI, kita bisa mempercepat pengembangan inovasi,” tuturnya.

Diketahui, tahun ini pemerintah akan menyiapkan instrumen dan pelatihan untuk para valuator agar keputusan ini dapat segera diimplementasikan pada 2026.

Sebelumnya, realisasi awal sudah dimulai sejak kolaborasi antara Kementerian Hukum, Kementerian Koperasi dan UKM, hingga BRI pada pertengahan 2025.

Pemerintah menargetkan perluasan ke sertifikat paten, desain industri, hingga pencatatan hak cipta usai skema regulasi dan valuasi diperkuat.

Sementara, Plt. Dirjen Kekayaan intelektual Hermansyah Siregar menjelaskan bahwa skema pembiayaan berbasis KI bukanlah hal yang baru karena telah diterapkan di berbagai negara dan menunjukkan hasil yang signifikan.

Ia menjelaskan bahwa tren global menunjukkan bahwa investasi pada aset tidak berwujud seperti perangkat lunak (software), penelitian dan pengembangan, merek, dan desain sudah melampaui investasi berwujud sejak 2009 dan terus tumbuh hingga 2024.

Pergeseran tersebut memperlihatkan bahwa nilai ekonomi dunia saat ini bertumpu pada kreativitas dan inovasi, bukan hanya aset fisik.

Dengan jumlah tenaga kerja ekonomi kreatif Indonesia mencapai 26 juta orang dan total 63 juta UMKM yang terus menghasilkan karya dan merek lokal, skema pembiayaan berbasis KI dinilai mempunyai potensi besar untuk mengisi kesenjangan pembiayaan nasional.

“Tugas DJKI ke depan adalah memastikan standar valuasi, integrasi data KI, dan kualitas pelindungan hukum yang benar-benar mampu menyokong skema ini,” katanya.

Persetujuan mekanisme ini sekaligus memperkuat arah kebijakan pemerintah Indonesia dalam menempatkan KI sebagai instrumen ekonomi strategis.

Pelindungan kekayaan intelektual akan menjadi fondasi baru dalam penguatan ekosistem ekonomi kreatif dan inovasi nasional.

Oleh karena demikian, Hermansyah mengimbau masyarakat dan UMKM agar segera mencatatkan dan mendaftarkan kekayaan intelektual mereka melalui layanan resmi DJKI agar dapat memanfaatkan skema pembiayaan tersebut secara optimal.*