Marinir Indonesia Vs Marinir Negara Pemilik Hak Veto di PBB
Selamat Ginting
Pengamat Politik dan Militer Universitas Nasional (UNAS)
FORUM KEADILAN – Korps Marinir pada 15 November ini genap berusia 80 tahun. Korps ini sering menjadi ujung tombak proyeksi kekuatan laut sebuah negara. Ia merupakan pasukan amfibi, infanteri pantai, dan satuan reaksi cepat dalam operasi ekspedisi.
Bagi Indonesia, sebagai negara kepulauan dengan garis pantai sangat panjang, keberadaan Marinir sangat strategis. Utamanya dalam menjaga kedaulatan pulau-pulau terluar, menghadapi ancaman di laut, dan menjaga integritas wilayah maritim.
Pada tulisan ini saya akan membandingkan Korps Marinir Indonesia dengan beberapa negara pemilik hak veto di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB): Amerika Serikat, Tiongkok, Rusia, Inggris, dan Prancis. Baik dari segi personel, alutsista, struktur organisasi, dan kaitannya dengan panjang pantai negara, serta implikasi pertahanan keamanan.
Marinir Indonesia
Marinir Indonesia bagian dari TNI Angkatan Laut (TNI AL), bukan satu angkatan bersenjata independen. Sebagai pasukan amfibi, Korps Marinir berada di bawah komando AL. Ada tiga divisi/pasukan Marinir (Pasmar): Pasmar 1 (Jakarta), Pasmar 2 (Jawa Timur), dan Pasmar 3 (Papua/Sorong). Selain pasukan reguler, Marinir juga memiliki satuan khusus seperti Taifib (intai/komando amfibi) dan Denjaka (unit antiteror laut).
Jumlah personel Marinir Indonesia saat ini sekitar 40 ribu. Kepala Staf TNI AL Laksamana Muhammad Ali menyatakan capaian MEF (Minimum Essential Force) Marinir baru sekitar 60% untuk personel. Rencana penambahan personel juga disampaikan Panglima Kormar Letjen Endi Supardi.
Berapa alutsista (alat utama sistem senjata) Marinir Indonesia? Berdasarkan informasi publik ada kendaraan tempur (ranpur) amphibious seperti LVT-7, yang menurut KSAL akan diperbarui. Kemudian ada ranpur lapis baja seperti BMP-3F (infanteri amfibi) dan BTR-4M ditampilkan dalam pameran alutsista Korps Marinir. Ada pula kendaraan entri PT-76, versi modern (upgrade).
Alutsista artileri pantai dan roket masuk dalam rencana modernisasi. Dalam paparan jurnal ilmiah menyoroti kebutuhan memperkuat alutsista agar sesuai dengan peran pertahanan maritim. Selain itu, Marinir telah mengoperasikan ransum alutsista “usia tua” dan butuh pembaruan, termasuk persenjataan perorangan, night vision, dan sistem pendukung lainnya.
Modernisasi masih berjalan; sebagian alutsista dinilai sudah tua. Anggaran menjadi kendala usulan penambahan personel sangat bergantung dukungan anggaran. Capaian MEF untuk material (alutsista) dilaporkan berada di kisaran 40–60%.
Indonesia memiliki garis pantai sangat panjang (~54.7 ribu km menurut data yang sering dikutip). Garis pantai yang luas ini menciptakan tantangan pertahanan maritim besar. Pulau-pulau terluar, perairan yurisdiksi, potensi infiltrasi laut, dan patroli amfibi menjadi sangat relevan. Keberadaan Marinir sebagai pasukan pendarat (landing) dan penjaga pulau sangat strategis dalam konteks ini.
Marinir Negara Besar
Berikut komparasi singkat Marinir negara-negara besar, seperti Amerika Serikat, Tiongkok, Rusia, Inggris, dan Prancis. Berdasarkan struktur & kedudukan, jumlah personel/kekuatan alutsista, dan peran strategis.
Di Amerika Serikat, US Marine Corps (USMC) adalah cabang independen dalam Departemen Angkatan Laut dengan peran ekspedisi, amfibi, proyeksi cepat. Sekitar 168 ribu–169 ribu personel aktif, perkiraan 2025). Alutsista sangat modern: Marine Expeditionary Units (MEU) dengan integrasi kapal amfibi, helikopter, pesawat tempur (beberapa F-35B), kendaraan tempur amfibi, artileri, sistem logistik ekspedisi. USMC adalah salah satu kekuatan ekspedisi paling kapabel di dunia, sangat proyeksi global. Oleh karena anggarannya besar dan jangkauan global, USMC memberi AS fleksibilitas luar biasa dalam konflik maritim dan amfibi.
Tiongkok memiliki People’s Liberation Army Navy Marine Corps (PLANMC) sebagai bagian dari AL. Setelah reformasi, PLANMC diperluas dari dua brigade menjadi sekitar 30 ribu personel menurut RUSI. Beberapa sumber menyebut kekuatan bisa mencapai ~40 ribu. Ada juga prediksi ekspansi ke 100 ribu di masa depan. Struktur saat ini diperkaya: delapan brigade (combined-arms), brigade operasi khusus (commando), brigade helikopter/aviasi transport. Peran: operasi amfibi, reaksi cepat, proyeksi strategis di laut (misalnya untuk isu Laut China Selatan), penyerangan pulau, pertahanan pantai. Strategi China memperkuat kekuatan ekspedisi laut dan proyeksi, terutama untuk mendukung klaim di Laut China Selatan dan potensi konflik pulau / perbatasan laut. Ekspansi marinir mencerminkan ambisi maritim jangka panjang. Komandan markas PLANMC berada di bawah PLAN, tetapi korps ini telah mendapatkan markas sendiri.
Pasukan infanteri laut (naval infantry) Rusia, sering disebut “Marinir Rusia”, adalah bagian dari Angkatan Laut Rusia. Data persis personel sulit dipublikasikan secara terbuka. Angkutan infanteri laut ini cukup besar dan digunakan dalam konflik pantai. Menggunakan kendaraan pendarat (LST), kapal amfibi, artileri, sistem roket, kendaraan tempur laut-darat. Juga dilengkapi infantri berat saat pendaratan. Marinir Rusia berfungsi sebagai pasukan pantai, pendarat amfibi, dan unsur penyerangan serta pertahanan pantai. Dalam konflik modern, mereka sangat relevan dalam pengendalian wilayah pesisir dan proyeksi lokal di area laut dekat.
Di Inggris, Royal Marines bagian dari Angkatan Laut Inggris (Naval Service), di bawah komando Armada. Sekitar 5.900 personel reguler (sekitar 6.500 jika termasuk reservis) menurut data 2021. Dikenal dengan latihan komando, peralatan ringan, menyertakan unit amfibi, pasukan ekspedisi, sistem senjata ringan, kapal pendarat ringan, kendaraan taktis. Walaupun skala kecil dibandingkan USMC atau PLA MC, Royal Marines sangat elite dan terlatih dalam operasi lingkungan ekstrem, operasi ekspedisi kecil, operasi pantai, dan operasi komando. Mereka berfungsi sebagai “pasukan proyeksi cepat” untuk Inggris, terutama dalam misi global berteknologi tinggi.
Prancis Troupes de Marine, meskipun namanya “Marin”, namun secara struktural berada di bawah Angkatan Darat Prancis (Army), bukan Angkatan Laut. Lebih dari 17 ribu personel (per 2022) menurut data publik. Mereka terdiri dari resimen infanteri marinir, terlibat dalam operasi ekspedisi, misi koloni/prioritas luar negeri, operasi Afrika, pasukan reaksi cepat. Persenjataan dan alutsista mirip dengan infanteri darat modern: kendaraan lapis baja, senapan infanteri, artileri, serta kemampuan deployment laut. Oleh karena berada di bawah Angkatan Darat, Troupes de Marine mencerminkan tradisi kolonial Prancis. Pasukan infanteri yang bisa dikerahkan lewat laut. Mereka sangat relevan dalam misi luar negeri, terutama operasi ekspedisi dan stabilisasi di kawasan bekas kolonial atau area strategis Prancis.
Skala dan Kapasitas
Marinir AS (USMC) mendominasi dalam skala, kapasitas ekspedisi, dan alutsista. Ini membuat AS sangat fleksibel dalam mengerahkan pasukan ke manapun di dunia. Marinir Tiongkok (PLANMC) menunjukkan tren ekspansi signifikan. Dari dua brigade menjadi delapan dan kemungkinan lebih lanjut memperbesar korps. Ini mencerminkan ambisi maritim strategis Tiongkok, terutama dalam konteks Laut China Selatan dan proyek proyeksi kekuatan luar pantai.
Marinir Rusia lebih berfokus pada pendaratan dan pertahanan pantai lokal, dan berfungsi sebagai bagian dari AL Rusia. Marinir Inggris (Royal Marines) meski kecil, sangat terlatih dan elitis; cocok untuk operasi khusus dan ekspedisi kecil, bukan pendaratan massal berskala besar. Troupes de Marine Prancis lebih bersifat pola kolonial / ekspedisi: dikelola oleh Angkatan Darat namun diproyeksikan melalui laut.
Indonesia dengan garis pantai yang sangat panjang, potensi ancaman dari laut sangat besar (perbatasan pulau, penyusupan, kejahatan maritim, kontrol pulau terluar). Marinir dengan kapabilitas amfibi dan pendaratan menjadi instrumen kunci. Namun, modernisasi alutsista yang masih berjalan (MEF alutsista 40–60%) menunjukkan bahwa kapasitas Marinir belum sepenuhnya optimal.
Tantangan Marinir Indonesia
Kapasitas alutsista Marinir Indonesia masih terbatas, terutama jika dibandingkan dengan korps besar seperti USMC atau ekspansi PLANMC. Ketergantungan pada alutsista lama yang perlu diperbarui (LVT-7, sistem lama) bisa menghambat efektivitas dalam operasi modern.
Sumber daya anggaran mungkin menjadi kendala. Modernisasi alutsista dan penambahan personel membutuhkan dukungan fiskal yang signifikan. Tantangan logistik dan dukungan peralatan di wilayah terluar sangat besar (pulau-pulau terpencil, akses laut, transportasi amfibi).
Jika dimodernisasi secara signifikan, Korps Marinir bisa menjadi pilar kedaulatan maritim Indonesia. Melalui patroli pulau terluar, basis di pulau terpencil, operasi pendaratan cepat untuk menegakkan hukum di laut, pengamanan jalur laut strategis.
Kerja sama internasional (latihan dengan negara lain) bisa memperkuat kapabilitas. Misalnya, dalam latihan bersama dengan AS, Belanda, dan negara lain, Marinir Indonesia dapat belajar taktik amfibi modern, interoperabilitas, dan penggunaan alutsista modern.
Investasi di teknologi (komunikasi, intelijen, drone, kapal pendarat modern) bisa meningkatkan efektivitas Marinir sebagai pasukan “littoral force” (garda pantai) dalam rangka pertahanan maritim.
Kesimpulan
Korps Marinir Indonesia memiliki peran sangat strategis dalam konteks pertahanan maritim. Terutama karena kondisi geografis negara kepulauan. Namun, dari segi personel dan alutsista, masih ada gap dibandingkan dengan Marinir negara besar seperti Amerika Serikat atau ekspansi cepat Marinir Tiongkok.
Dibandingkan dengan negara-negara seperti Inggris, dan Prancis, Marinir Indonesia lebih mirip dalam peran pendaratan dan pertahanan pulau terluar, tetapi skala dan modernisasi masih tertinggal. Untuk meningkatkan efektivitas, diperlukan komitmen kuat pada modernisasi alutsista, peningkatan kualitas pelatihan personel, serta integrasi teknologi canggih dalam operasi-operasi tempur. Selain itu, peningkatan kapasitas logistik, kesiapan angkatan laut dalam mendukung operasi pendaratan, dan penguatan jaringan intelijen strategis juga sangat penting. Modernisasi alutsista, seperti kendaraan amfibi, kapal perang kelas pendarat, serta pesawat pengintai dan serbu, harus menjadi prioritas agar Korps Marinir Indonesia dapat beradaptasi dengan dinamika ancaman modern dan memperkuat daya tangkal di kawasan perairan yang luas dan penuh tantangan. Dukungan anggaran yang memadai, serta peningkatan kerja sama dengan negara-negara sekutu dalam bidang pelatihan dan teknologi, juga dapat mempercepat proses transformasi ini.
Selain itu, perlu adanya pengembangan konsep doktrin yang lebih adaptif terhadap perang non-konvensional, seperti perang asimetris dan ancaman siber yang semakin berkembang. Di dunia yang semakin terhubung dan kompleks, peran Marinir Indonesia dalam mempertahankan kedaulatan negara tidak hanya terfokus pada pertempuran fisik, tetapi juga dalam pengelolaan ancaman-ancaman yang lebih subtel dan tersembunyi.*
