Bawa 8 Novum Baru di Sidang PK, Adam Damiri Minta Vonis Kasus Asabri Dibatalkan
FORUM KEADILAN – Kuasa hukum eks Direktur Utama (Dirut) PT Asabri Adam Rachmat Damiri menyampaikan bahwa kliennya tidak pernah terbukti melakukan perbuatan yang dituduhkan jaksa penuntut umum (JPU) dalam kasus korupsi pengelolaan dana PT Asabri.
Adapun dalam sidang perdana Peninjauan Kembali (PK), terpidana kasus Asabri, Adam Damiri, hadir langsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).
“Pemohon PK keberatan atas putusan tersebut yang memang perbuatan yang dituduhkan tidak pernah terbukti di dalam fakta persidangan,” kata kuasa hukum dalam ruang sidang, Kamis, 6/11/2025.
Kuasa hukum Adam menilai bahwa pengajuan permohonan PK didasari pada delapan novum atau bukti baru. Selain itu, mereka meyakini terdapat kekhilafan hakim dalam pertimbangan hukum tersebut.
Adapun delapan novum baru yang dilaporkan tersebut berupa neraca dan laporan laba rugi dalam risalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tentang persetujuan laporan tahunan dan pengesahan laporan keuangan tahun 2011-2015.
“Bahwa novum ini membuktikan adanya kenaikan pendapatan dan keuangan serta kenaikan pendapatan investasi saham dan reksadana setiap tahunnya,” katanya.
Dalam persidangan, kuasa hukum mengklaim bahwa selama masa kepemimpinan Adam Damiri di PT Asabri, pendapatan perusahaan meningkat, yakni pada tahun 2011 sebesar Rp1,5 triliun dan pada 2015 bertambah menjadi Rp 4, triliun.
Selain itu, kuasa hukum juga menunjukan bukti adanya peningkatan pendapatan Asabri dari investasi saham dan reksadana. Pada 2012, pendapatan tersebut sebesar Rp794 miliar dan di tahun 2015 naik menjadi Rp2,9 triliun.
Kuasa hukum juga menyoroti hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyatakan tidak ada kerugian di PT Asabri selama Adam memimpin. Hal tersebut, kata dia, dibuktikan dengan adanya pembagian dividen sebagai bagian dari keuntungan.
Selain itu, ada pula novum lain berupa mutasi rekening, yakni salinan transaksi bank periode 2017–2020. Adam menjelaskan bahwa dana dalam rekening tersebut tidak berasal dari PT Asabri, melainkan merupakan pengembalian pinjaman pribadi dari Hardjani Prem Ramchand serta pengembalian modal dan keuntungan saham Antam dari Sutedy Alwan Anis, yang sama sekali tidak berkaitan dengan PT Asabri.
Novum lainnya berupa pemberitaan mengenai portofolio Asabri yang menunjukkan peningkatan nilai pada 11 saham dengan total sebesar Rp1,14 triliun.
Menurutnya, bukti ini menegaskan bahwa saham-saham yang sebelumnya dinyatakan merugi pada masa kepemimpinannya (2012–2016) sebenarnya masih tercatat dalam portofolio Asabri dan justru memberikan keuntungan bagi perusahaan.
Sementara itu, novum terakhir adalah aplikasi Stockbit, sebuah platform investasi saham digital yang telah berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kuasa hukum menyebut bahwa bukti ini menunjukkan adanya kekeliruan dalam pertimbangan putusan yang menyatakan saham-saham tersebut menyebabkan kerugian negara.
Dalam petitumnya, ia memohon kepada majelis hakim untuk menerima dan mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali. Adam juga meminta majelis hakim untuk membatalkan Putusan Kasasi Nomor 5772 K/PID.SUS/2022.
“Menyatakan Pemohon PK tidak terbukti melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana didakwakan Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Timur,” katanya.
Ia juga meminta dirinya dibebaskan dari segala dakwaan atau setidaknya melepaskan dari segala tuntutan hukum. Selain itu, ia memohon majelis hakim untuk merehalibitasi atau memulihkan kedudukan, martabat dan haknya. Adam juga meminta agar penuntut umum mengembalikan barang-barang yang disita.
“Membebaskan Terdakwa dari pidana tambahan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp17.972.600.000 dan mengembalikan kepada Pemohon PK dan keluarganya,” katanya.
Sebelumnya, pengadilan tingkat pertama menjatuhkan vonis selama 20 tahun pidana penjara kepada Adam Damiri. Hukuman itu kemudian dikurangi menjadi 15 tahun pada tingkat banding.
Namun, Majelis Kasasi justru memperberat kembali vonis pidana penjara selama 16 tahun dan denda Rp800 juta subsider enam bulan kurungan. Selain itu, ia juga diharuskan membayar uang pengganti sebesar Rp17,972 miliar.*
Laporan oleh: Syahrul Baihaqi
