Bivitri Ungkap Pemberian Gelar Pahlawan ke Suharto Jadi Jalan Mundur ke UUD 1945 Awal
                        FORUM KEADILAN – Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menilai, wacana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-2 RI Suharto, bukan sekadar penghargaan semata, melainkan berdampak serius terhadap legitimasi amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasca-reformasi.
“Ini semacam alarm sebetulnya, kami menyebutnya semacam pathway untuk kembali kepada UUD yang lama, naskah awal yang dibuat pada Juli 1945,” ujar Bivitri dalam diskusi di Gedung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Selasa, 4/11/2025.
Bivitri menjelaskan, dasar perubahan konstitusi pada tahun 1999–2002 justru berangkat dari pengalaman kelam masa pemerintahan Suharto. Salah satu perubahan penting saat itu, kata dia, adalah pembatasan masa jabatan presiden, dari tidak terbatas menjadi maksimal dua periode.
Ia juga menyinggung lahirnya Mahkamah Konstitusi (MK) dan pasal-pasal Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Pasal 28 UUD 1945 yang merupakan hasil dari proses reformasi.
“Bayangkan, kalau legitimasi perubahan UUD 1945 itu menjadi hilang karena Suharto justru dianggap pahlawan, maka ini jalan yang sangat mulus tanpa kerikil apa pun untuk balik ke UUD 1945 naskah awal,” tegasnya.
Bivitri mengingatkan bahwa jika Indonesia kembali ke naskah awal UUD tersebut, maka MK, Komisi Yudisial (KY), Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan jaminan hak asasi manusia bisa hilang.
“Bayangkan kalau balik ke UUD 45 naskah awal, maka kita tidak ada lagi MK, tidak ada lagi pasal-pasal HAM dalam Pasal 28. Enggak ada lagi itu. Kita enggak ada pembatasan masa jabatan presiden 2 kali, Suharto 7 kali jadi presiden di bawah UUD itu. Kita tidak punya lagi Komisi Yudisial. Kita enggak punya lagi KPU seperti yang sekarang. Enggak tahu nanti jadinya kaya apa,” katanya.
Menurutnya, kemungkinan tersebut merupakan ancaman besar terhadap sistem demokrasi konstitusional yang kini dijalankan.
“Itulah yang mengerikan buat kami yang belajar hukum tata negara, dan seharusnya mengerikan juga untuk kita semua,” katanya.
Sebelumnya, Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon mengungkapkan, 40 usulan penerima gelar pahlawan nasional dari Kementerian Sosial (Kemensos) akan diputuskan sebelum 10 November 2025.
Dari 40 nama tersebut, beberapa nama yang diusulkan adalah Presiden ke-2 RI Suharto, Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur) hingga Marsinah, tokoh buruh dan aktivis perempuan asal Nganjuk, Jawa Timur.*
Laporan oleh: Syahrul Baihaqi
