Rabu, 29 Oktober 2025
Menu

Tiga Hakim Terima Suap Vonis Lepas Migor Dituntut 12 Tahun Penjara

Redaksi
Sidang pembacaan tuntutan kepada sejumlah hakim dalam kasus suap vonis lepas minyak goreng di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu, 29/10/2025 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Sidang pembacaan tuntutan kepada sejumlah hakim dalam kasus suap vonis lepas minyak goreng di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu, 29/10/2025 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Tiga hakim tindak pidana korupsi yang menjatuhkan vonis lepas (ontslag) dalam kasus ekspor crude palm oil (CPO) alias minyak goreng dituntut selama 12 tahun pidana penjara.

Adapun ketiga hakim tersebut ialah Djuyamto, Agam Syarief Baharudin dan Ali Muhtarom. Di samping itu, Wahyu Gunawan selaku Panitera Muda Perdata Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) juga dituntut selama 12 tahun penjara.

Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Agung (JPU Kejagung) meyakini bahwa para Terdakwa telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.

“Menjatuhkan pidana terhadap para Tersakwa dengan pidana penjara selama 12 tahun,” kata jaksa membacakan amar tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu, 29/10/2025.

Disamping pidana penjara, jaksa juga menjatuhkan pidana denda terhadap para Terdakwa sebanyak Rp500 juta subsider enam bulan kurungan.

Sementara untuk pidana tambahan berupa uang pengganti dengan hukuman berbeda.

Untuk hakim non aktif Djuyamto, terdapat pidana tambahan uang pengganti sebesar Rp9,5 miliar. Sementara untuk dua anggota majelis hakim yang Agam dan Ali, keduanya harus membayar uang pengganti sebesar Rp6,2 miliar.  Sedangkan untuk Wahyu Gunawan, dirinya harus membayar uang pengganti sebesar Rp2,4 miliar.

Apabila uang pengganti tersebut tidak dibayar setelah satu bulan putusan inkrah, maka harta bendanya dapat disita dan dilelang untuk membayar uang pengganti tersebut. Apabila para terdakwa tidak memiliki harta benda yang mencukupi untuk membayar hang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama lima tahun.

Dalam pertimbangan memberatkan, penuntut umum menilai bahwa perbuatan para Terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih, dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.

Selain itu, perbuatan para terdakwa telah menciderai kepercayaan masyarakat terhadap institusi lembaga peradilan dan menikmati hasil uang korupsi.

Sedangkan dalam pertimbangan meringankan, para Terdakwa bersikap kooperatif dan mengakui perbuatannya. Selain itu, mereka belum pernah dihukum.

Dalam kasus ini, JPU Kejagung menyebut bahwa eks Ketua PN Jaksel Muhammad Arif Nuryanta bersama dengan tiga majelis hakim yang mengadili perkara tersebut yakni Djuyamto, Agam Syarief Baharudin, dan Ali Muhtarom beserta dengan Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan telah menerima gratifikasi berupa uang tunai dalam bentuk US$ sebanyak US$2.500.000 atau Rp32 miliar yang diberikan secara bertahap.

Adapun total yang didapatkan para terdakwa melalui suap vonis lepas ini ialah, Arif menerima sebanyak Rp15,7 miliar; Wahyu mendapat Rp2,4 miliar; Djuyamto mendapat Rp9,5 miliar; dan dua hakim anggota lain masing-masing mendapat total Rp6,2 miliar.

Jaksa menyebut bahwa uang sebanyak Rp40 miliar tersebut diterima dari kuasa hukum terdakwa Korporasi, yakni Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Sabih dan M Syafe’i yang mewakili kepentingan Wilmar Group, Permata Hijau Group dan Musim Mas Group.

Usai uang tersebut telah diterima, majelis hakim akhirnya memberikan vonis lepas terhadap tiga terdakwa Korporasi yang sebelumnya dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp17.708.848.928.104 (Rp17,7 triliun) di kasus persetujuan ekspor CPO atau minyak goreng.

Ketiga terdakwa korporasi dituntut membayar denda dan uang pengganti yang berbeda-beda. PT Wilmar Group dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp11.880.351.802.619 atau (Rp11,8 triliun), Permata Hijau Group dituntut membayar uang pengganti Rp937.558.181.691,26 atau (Rp937,5 miliar), dan Musim Mas Group dituntut membayar uang pengganti Rp4.890.938.943.794,1 atau (Rp4,8 triliun).*

Laporan oleh: Syahrul Baihaqi