Eks Ketua PN Jaksel Dituntut 15 Tahun Penjara di Kasus Suap Vonis Lepas Migor
FORUM KEADILAN – Bekas Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selaran (PN Jaksel) Muhammad Arif Nuryanta dituntut 15 tahun pidana penjara di kasus suap vonis lepas (ontslag) ekspor crude palm oil (CPO) alias minyak goreng.
Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Agung (JPU Kejagung) meyakini bahwa Arif telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam menerima suap.
“Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Muhammad Arif Nuryanta oleh karena itu dengan pidana penjara selama 15 tahun,” kata jaksa saat membacakan amar tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu, 29/10/2025.
Penuntut umum juga menuntut Arif dengan pidana denda sebesar Rp500 juta subsider enam bulan kurungan. Selain itu, ia juga dituntut untuk membayar uang pengganti sebesar Rp15,7 miliar.
“Menjatuhkan pidana tambahan kepada Terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp15,7 miliar, dengan memperhitungkan aset terdakwa yang telah dilakukan penyitaan dalam penyidikan sebagaimana pembayaran uang pengganti berupa bangunan dan tanah,” katanya.
Apabila uang pengganti tersebut tidak dibayar setelah satu bulan putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita dan dilelang untuk melunasi uang pengganti.
“Dan dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda lagi yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama enam tahun,” kata jaksa.
Dalam pertimbangan memberatkan, jaksa menilai bahwa perbuatan eks Wakil Ketua PN Jakarta Pusat tidak mendukung program rangka penyelenggaraan negara yang bersih, dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.
Selain itu, dirinya telah menciderai kepercayaan masyarakat khususnya terhadap institusi lembaga peradilan yudikatif dan menikmati hasil uang korupsi.
Dalam kasus ini, JPU Kejagung menyebut bahwa eks Ketua PN Jaksel Muhammad Arif Nuryanta bersama dengan tiga majelis hakim yang mengadili perkara tersebut yakni Djuyamto, Agam Syarief Baharudin, dan Ali Muhtarom beserta dengan Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan telah menerima gratifikasi berupa uang tunai dalam bentuk US$ sebanyak US$2.500.000 atau Rp32 miliar yang diberikan secara bertahap.
Adapun total yang didapatkan para terdakwa melalui suap vonis lepas ini ialah, Arif menerima sebanyak Rp15,7 miliar; Wahyu mendapat Rp2,4 miliar; Djuyamto mendapat Rp9,5 miliar; dan dua hakim anggota lain masing-masing mendapat total Rp6,2 miliar.
Jaksa menyebut bahwa uang sebanyak Rp40 miliar tersebut diterima dari kuasa hukum terdakwa Korporasi, yakni Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Sabih dan M Syafe’i yang mewakili kepentingan Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
Usai uang tersebut telah diterima, majelis hakim akhirnya memberikan vonis lepas terhadap tiga terdakwa Korporasi yang sebelumnya dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp17.708.848.928.104 (Rp17,7 triliun) di kasus persetujuan ekspor CPO atau minyak goreng.
Ketiga terdakwa korporasi dituntut membayar denda dan uang pengganti yang berbeda-beda. PT Wilmar Group dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp11.880.351.802.619 atau (Rp11,8 triliun), Permata Hijau Group dituntut membayar uang pengganti Rp937.558.181.691,26 atau (Rp937,5 miliar), dan Musim Mas Group dituntut membayar uang pengganti Rp4.890.938.943.794,1 atau (Rp4,8 triliun).*
Laporan oleh: Syahrul Baihaqi
