Komisi VIII DPR Pertimbangkan Batas Usia Pesawat dan Kewajiban Kru Nasional Penerbangan Haji
FORUM KEADILAN – Ketua Komisi VIII DPR RI Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Marwan Dasopang menanggapi saran anggota Komisi VIII Abdul Wachid yang mengusulkan agar pesawat yang digunakan untuk perjalanan haji memiliki batas usia maksimal 15 tahun.
Menurut Marwan, usulan tersebut lahir dari pengalaman empiris yang menunjukkan bahwa pesawat berusia muda cenderung lebih aman dibanding pesawat tua.
“Sebetulnya ini berdasarkan pengalaman, baik pengalaman Pak Wachid maupun kami di Komisi VIII. Umur pesawat yang muda itu tidak pernah bermasalah, justru yang tua sering bermasalah,” katanya, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 28/10/2025.
Ia mencontohkan beberapa kasus yang pernah terjadi dalam penyelenggaraan haji sebelumnya, mulai dari pesawat yang mengalami kebakaran, gagal terbang, hingga tidak dapat kembali dari Jeddah.
“Semua kejadian itu melibatkan pesawat berusia tua. Karena itu, kami akan mempertimbangkan untuk menetapkan batas usia pesawat, atau minimal memastikan perawatan (maintenance) dilakukan secara ketat,” ujarnya.
Marwan menambahkan, ada pula pesawat berusia tua namun masih layak terbang karena dirawat secara berkelanjutan.
“Jadi nanti kita pertimbangkan dua aspek, yakni usia dan perawatannya. Kalau pesawat tua tapi terus dirawat dengan baik, tentu masih bisa digunakan,” tambahnya.
Selain soal usia pesawat, Marwan juga menyoroti pentingnya pelayanan di dalam pesawat yang sesuai dengan kebutuhan jemaah haji, terutama yang berasal dari daerah dan berusia lanjut. Ia menegaskan bahwa kru pesawat sebaiknya berasal dari Indonesia agar komunikasi dan pelayanan lebih efektif.
“Layanan di dalam pesawat harus krunya berbasis nasional. Jemaah kita banyak yang tua dan dari kampung. Kalau krunya bukan orang Indonesia, itu menyulitkan dalam komunikasi dan pelayanan,” katanya.
Di samping itu, mengenai isu pakaian para kru penerbangan pun tidak lepas dari pembahasan. Marwan menjelaskan bahwa persoalan tersebut bukan terkait aturan berpakaian, melainkan soal kesesuaian pelayanan terhadap karakteristik jemaah haji Indonesia.
“Bukan soal rok di atas lutut atau hijabers. Maksud kami, kru yang dipilih harus bisa memahami dan melayani jemaah dengan baik. Jadi yang penting itu pelayanan yang sesuai, bukan semata-mata soal penampilan,” pungkasnya.*
Laporan oleh: Novia Suhari
