Kewenangnanya Dicabut, Eks Dirut Pertamina Tak Tahu Peran Kerry Riza di Penyewaan Terminal BBM
FORUM KEADILAN – Eks Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan mengaku tidak tahu menahu terkait keterlibatan peran Muhammad Kerry Adrianto Riza dalam penyewaan terminal Bahan Bakar Minyak (BBM) PT Oil Tanking Merak (OTM) oleh Pertamina.
Hal itu diungkapkan saat dirinya dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Muhammad Kerry Adrianto Riza, Dimas Werhaspati dan Gading Ramadhan Joedo dalam sidang kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina.
Mulanya, kuasa hukum dari anak saudagar minyak Mohammad Riza Chalid menanyakan terkait keterlibatan Kerry dalam kasus ini.
“Tidak tahu,” jawab Karen di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa, 28/10/2025.
Dirinya juga tidak tahu menahu soal keterlibatan dua terdakwa lain, yakni Dimas Werhaspati dan Gading Ramadhan Joedo.
Karen menjelaskan bahwa saat itu kewenangan dirinya sebagai Direktur Utama Pertamina telah dicabut karena tengah dalam fase mengundurkan diri dari jabatannya.
“Karena saya sudah menyatakan mengundurkan diri dan kewenangannya sudah dicabut, tidak boleh memutuskan segala sesuatu yang strategis,” tambahnya.
Karen lalu membacakan risalah rapat direksi yang memutuskan penarikan kewenangan direktur utama terkait proyek jasa penerimaan, penyimpanan, dan penyaluran BBM di Merak, Banten senilai Rp2,7 triliun.
Wewenang tersebut dialihkan kepada Direktur Pemasaran dan Niaga Hanung Budya Huktyanta, yang juga menjadi tersangka dalam kasus ini, untuk menetapkan harga perkiraan sendiri (HPS), menentukan pemenang penunjukan langsung, serta menandatangani perjanjian kerja.
“Sehingga saya dicabut semua kewenangan saya terkait OTM ini semenjak 28 April 2014,” katanya.
Dalam surat dakwaan, jaksa memerinci sejumlah perbuatan yang dinilai merugikan negara, salah satunya terkait kerja sama penyewaan terminal bahan bakar minyak (BBM) Merak antara perusahaan terafiliasi dengan Kerry, yakni PT Jenggala Maritim dan Komisaris PT Jenggala Maritim serta Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak Gading Ramadhan Joedo.
Jaksa menyebut bahwa ketiga perusahan tersebut meneken kerja sama penyewaan terminal BBM Merak dengan PT Pertamina Patra Niaga. Padahal, saat itu Pertamina belum membutuhkan terminal BBM tambahan.
Jaksa mengungkap, nilai kerugian dari kerja sama penyewaan tersebut mencapai Rp2,9 triliun. Selain itu, aset terminal BBM Merak justru tercatat sebagai milik PT OTM, bukan menjadi aset Pertamina.
Tak hanya itu, jaksa juga menyoroti kerugian negara dari ekspor dan impor minyak mentah yang dilakukan dengan prosedur bermasalah. Nilai kerugian akibat ekspor minyak mentah diperkirakan mencapai US$1.819.086.068,47, sementara dari impor minyak mentah sekitar US$570.267.741,36.
Lebih lanjut, jaksa menyebut adanya kerugian perekonomian negara senilai Rp171.997.835.294.293,00 akibat harga pengadaan BBM yang terlalu tinggi sehingga menimbulkan beban ekonomi tambahan. Selain itu, terdapat keuntungan ilegal sebesar US$2.617.683.34 yang berasal dari selisih harga antara impor BBM melebihi kuota dan pembelian BBM dari dalam negeri.*
Laporan oleh: Syahrul Baihaqi
