Karen Agustiawan Beberkan Pertemuan dengan Kerry Riza di Acara Pernikahan
FORUM KEADILAN – Bekas Direktur Utama PT Pertamina Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan membeberkan awal pertemuannya dengan anak saudagar minyak Riza Chalid, Muhammad Kerry Adrianto Riza.
Hal itu ia ungkapkan saat dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Muhammad Kerry Adrianto Riza, Dimas Werhaspati, dan Gading Ramadhan Joedo dalam sidang kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina.
Mulanya, Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Agung (JPU Kejagung) membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Karen yang bertemu dengan Kerry di acara pernikahan.
“Di BAP saudara di poin 13 tadi, selain bertemu dengan dua tokoh nasional tadi kan juga di acara pernikahan itu bertemu dengan Terdakwa Kerry,” tanya jaksa yang dibenarkan Karen di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin, 27/10/2025.
Jaksa lantas menanyakan apakah saat itu dua tokoh nasional tersebut menyampaikan agar Karen selaku eks Dirut Perramina memprioritaskan PT Tangki Merak.
Selain itu, jaksa juga menanyakan apakah Kerry saat itu satu meja dengan dirinya.
“Kalau dengan pejabat yang dua memang satu meja. Kalau dengan Kerry pada saat antre. Jadi saudara Kerry menghampiri saya dan memperkenalkan diri,” jawab Karen.
Jaksa kembali menanyakan apakah dirinya mengetahui hubungan Kerry dengan Riza Chalid. Menjawab hal tersebut, Karen mengatakan bahwa Kerry memperkenalkan dirinya sebagai putra Riza.
“Diperkenalkan ‘saya Kerry putra dari Mohammad Riza’,” ucap Karen menirukan omongan Kerry.
Dalam surat dakwaan, jaksa memerinci sejumlah perbuatan yang dinilai merugikan negara, salah satunya terkait kerja sama penyewaan terminal bahan bakar minyak (BBM) Merak antara perusahaan terafiliasi dengan Kerry, yakni PT Jenggala Maritim dan Komisaris PT Jenggala Maritim serta Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak Gading Ramadhan Joedo.
Jaksa menyebut bahwa ketiga perusahan tersebut meneken kerja sama penyewaan terminal BBM Merak dengan PT Pertamina Patra Niaga. Padahal, saat itu Pertamina belum membutuhkan terminal BBM tambahan.
Jaksa mengungkap, nilai kerugian dari kerja sama penyewaan tersebut mencapai Rp2,9 triliun. Selain itu, aset terminal BBM Merak justru tercatat sebagai milik PT OTM, bukan menjadi aset Pertamina.
Tak hanya itu, jaksa juga menyoroti kerugian negara dari ekspor dan impor minyak mentah yang dilakukan dengan prosedur bermasalah. Nilai kerugian akibat ekspor minyak mentah diperkirakan mencapai US$1.819.086.068,47, sementara dari impor minyak mentah sekitar US$570.267.741,36.
Lebih lanjut, jaksa menyebut adanya kerugian perekonomian negara senilai Rp171.997.835.294.293,00 akibat harga pengadaan BBM yang terlalu tinggi sehingga menimbulkan beban ekonomi tambahan. Selain itu, terdapat keuntungan ilegal sebesar US$2.617.683.34 yang berasal dari selisih harga antara impor BBM melebihi kuota dan pembelian BBM dari dalam negeri.*
Laporan oleh: Syahrul Baihaqi
