Jumat, 24 Oktober 2025
Menu

Kejagung Ungkap Kejanggalan Akta Pisah Harta Sandra Dewi dan Harvey Moeis

Redaksi
Sidang keberatan terkait penyitaan aset yang diajukan Sandra Dewi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Jumat, 24/10/2025 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Sidang keberatan terkait penyitaan aset yang diajukan Sandra Dewi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Jumat, 24/10/2025 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) Max Jefferson Mokola mengungkap adanya kejanggalan dalam akta pisah harta antara aktris Sandra Dewi dan suaminya, terpidana kasus tata kelola timah, Harvey Moeis. Menurutnya, terdapat perbedaan tanggal antara yang tercantum di bagian atas akta dan cap pasal di dalam dokumen tersebut.

Hal itu ia sampaikan saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang keberatan terkait penyitaan aset yang diajukan Sandra Dewi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Jumat, 24/10/2025.

“Di atas dibunyikan (akta) tanggal 12 Oktober 2016, tetapi di cap pasal akta itu tanggalnya berbeda. Secara formil memang ada akta pisah harta, tetapi secara materil ini masih diragukan kebenarannya berdasarkan pengamatan penyidik,” ujarnya dalam ruang sidang PN Jakpus, Jumat, 24/10.

Max menjelaskan, dalam akta tersebut secara rinci tertulis pemisahan harta antara keduanya. Dalam akta tersebut, di Pasal 1 tertulis bahwa antara suami istri tidak akan ada persekutuan harta benda dengan nama apa pun juga, baik menurut hukum maupun persekutuan hasil dan pendapatan.

Namun, kata dia, praktik di lapangan justru berbeda. Penyidik menemukan adanya transfer dana dari Harvey Moeis kepada Sandra Dewi untuk berbagai keperluan rumah tangga.

“Uang dari Harvey Moeis ditransfer ke Sandra Dewi untuk pembayaran apartemen yang mereka tinggali, pembelian tanah, serta pembangunan rumah di Regency,” ungkapnya.

Atas dasar tersebut, penyidik memutuskan untuk menyita sejumlah aset terkait guna memastikan apakah harta itu memiliki kaitan dengan tindak pidana korupsi atau tidak untuk dibuktikan di persidangan.

Max menambahkan, dalam proses persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Sandra Dewi dua kali diperiksa sebagai saksi.

“Saksi pertama memberikan keterangan fakta, sedangkan kesaksian kedua difokuskan untuk membuktikan apakah barang-barang yang disita merupakan hasil tindak pidana atau tidak,” katanya.

Selain itu, penyidik juga menemukan adanya aliran dana dari Harvey Moeis ke sejumlah pihak yang terkait dengan Sandra Dewi.

“Ada uang dari Harvey Moeis yang masuk ke Sandra Dewi, lalu ke Ratih, asistennya yang kemudian digunakan untuk membeli kebutuhan termasuk tas. Begitu pula dengan Kartika dan Raymond, ada aliran dana dari Harvey Moeis melalui Sandra Dewi ke rekening mereka untuk keperluan pribadi hingga pembangunan rumah di Regency,” ungkapnya.

Sebagai informasi, gugatan Sandra Dewi teregister dengan Nomor Perkara 7/PID.SUS/KEBERATAN/TPK/2025/PN.Jkt.Pst. Selain dirinya, terdapat dua penggugat lainnya, yakni Kartika Dewi dan Raymon Gunawan dengan pihak tergugat Kejagung.

Dalam permohonannya, Sandra menilai bahwa barang serta asetnya yang saat ini disita negara diperoleh dengan cara sah yang tidak terkait dengan tindak pidana korupsi. Selain itu, ia mengklaim telah membuat perjanjian pisah harta sebelum menikah.

Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi terdakwa Harvey Moeis, yang merupakan perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT). Dirinya tetap divonis 20 tahun penjara dalam kasus korupsi timah.

Selain itu, ia juga dihukum untuk untuk membayar denda sebesar Rp1 miliar subsider 8 bulan kurungan. Selain itu, Harvey juga dihukum membayar uang pengganti sebanyak Rp420 miliar subsider 10 tahun penjara.

Dalam perkara ini, Harvey Moeis dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dalam pengelolaan tata niaga timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015–2022. Aksi tersebut menyebabkan kerugian keuangan negara hingga mencapai Rp300 triliun.

Harvey diketahui menerima uang sebesar Rp420 miliar bersama Manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE) Helena Lim, serta terlibat dalam TPPU dari hasil penerimaan tersebut.*

Laporan oleh: Syahrul Baihaqi