Rabu, 22 Oktober 2025
Menu

Kala Terdakwa Kasus Migor Curhat Anaknya Enggan Bertemu Saat Ditahan

Redaksi
5 terdakwa korupsi minyak goreng di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu, 22/10/2025 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
5 terdakwa korupsi minyak goreng di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu, 22/10/2025 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Eks Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) sekaligus terdakwa kasus minyak goreng, Wahyu Gunawan, curhat ketika anaknya enggan menemuinya semenjak dirinya menjadi tahanan.

Hal itu ia sampaikan saat diperiksa sebagai Terdakwa dalam kasus suap vonis lepas ekspor crude palm oil (CPO) alias minyak goreng di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu, 22/10/2025.

Awalnya, Ketua Majelis Hakim Effendi meminta Wahyu untuk menceritakan soal keluarganya. Saat berkisah soal keluarganya, tiba-tiba ia terisak ketika anak pertamanya enggan menemui dirinya sejak di dalam tahanan.

“Saya sudah menikah memiliki istri dan empat orang anak. Anak pertama saya berusia 12 tahun,” kata Wahyu terisak.

Ia lantas melanjutkan bahwa anak pertamanya berusia 12 tahun dan tengah bersekolah di salah satu sekolah swasta.

“Anak pertama saya berusia 12 tahun, saat ini kelas 2 SMP. Sejak awal ditahan sampai saat ini, tidak mau menemui saya,” katanya lagi.

Di samping itu, Wahyu juga menceritakan tiga anaknya yang masih berusia 7 tahun, 2 tahun dan anak bungsunya yang berusia 1 tahun.

Dalam kasus ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) menyebut bahwa eks Ketua PN Jakarta Selatan (Jaksel) Muhammad Arif Nuryanta bersama dengan tiga majelis hakim yang mengadili perkara tersebut yakni Djuyamto, Agam Syarief Baharudin, dan Ali Muhtarom beserta Wahyu Gunawan telah menerima gratifikasi berupa uang tunai dalam bentuk US$ sebanyak US$2,500,000 atau Rp32 miliar yang diberikan secara bertahap.

Adapun total yang di dapatkan para terdakwa melalui suap vonis lepas ini ialah, Arif menerima sebanyak Rp15,7 miliar; Wahyu mendapat Rp2,4 miliar; Djuyamto mendapat Rp9,5 miliar; dan dua hakim anggota lain masing-masing mendapat total Rp6,2 miliar.

Jaksa menyebut bahwa uang sebanyak Rp40 miliar tersebut diterima dari kuasa hukum terdakwa Korporasi, yakni Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Sabih dan M Syafe’i yang mewakili kepentingan Wilmar Group, Permata Hijau Group dan Musim Mas Group.

Usai uang tersebut telah diterima, majelis hakim akhirnya memberikan vonis lepas terhadap tiga terdakwa Korporasi yang sebelumnya dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp17.708.848.928.104 (Rp17,7 triliun) di kasus persetujuan ekspor CPO atau minyak goreng.

Ketiga terdakwa korporasi dituntut membayar denda dan uang pengganti yang berbeda-beda. PT Wilmar Group dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp11.880.351.802.619 atau (Rp11,8 triliun), Permata Hijau Group dituntut membayar uang pengganti Rp937.558.181.691,26 atau (Rp937,5 miliar), dan Musim Mas Group dituntut membayar uang pengganti Rp4.890.938.943.794,1 atau (Rp4,8 triliun).

Atas perbuatannya, para terdakwa dijerat dengan Pasal 12 huruf c subsider Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 12 huruf a subsider Pasal 12 huruf b atau Pasal 5 ayat 2 subsider Pasal 11 atau Pasal 12 huruf B juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Kemudian Pasal12 huruf c atau Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 12B juncto Pasal 18 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.*

Laporan oleh: Syahrul Baihaqi