Kamis, 16 Oktober 2025
Menu

Keberatan Wajah Ponakan Masuk Cuplikan Xpose Uncensored, Cucun: Saya Berhak Menggugat!

Redaksi
Wakil Ketua DPR RI Fraksi PKB Cucun Ahmad Syamsurijal (tengah) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 16/10/2025 | Novia Suhari/Forum Keadilan
Wakil Ketua DPR RI Fraksi PKB Cucun Ahmad Syamsurijal (tengah) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 16/10/2025 | Novia Suhari/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Wakil Ketua DPR RI Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Cucun Ahmad Syamsurijal, menyatakan keberatannya terhadap tayangan program ‘Xpose Uncensored’ di Trans7 yang menampilkan cuplikan video keponakannya, seorang santri di Pondok Pesantren Cipasung, Tasikmalaya, Jawa Barat.

Cucun menilai, tayangan tersebut tidak hanya merugikan keluarga, tetapi juga mencoreng nama baik sejumlah pondok pesantren yang ditampilkan secara tidak proporsional. Ia menegaskan, dirinya memiliki hak untuk mengambil langkah hukum terkait hal tersebut.

“Sebetulnya, saya bicara bukan atas nama Wakil Ketua DPR ya ini. Karena ada gambar yang ditayangkan Trans7, (santri) yang gulung tikar itu keponakan saya, di Pondok Pesantren Cipasung. Saya alumninya, dan saya berhak untuk menggugat atau melaporkan Trans7,” katanya pada audiensi bersama, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 16/10/2025.

Ia menambahkan, tayangan ‘Xpose Uncensored’ tersebut juga menyinggung banyak pesantren lain, karena menayangkan begitu banyak gambar para santri.

“Yang ditayangkan itu hampir menyangkut 10 hingga 12 pesantren, karena video yang dipotong-potong,” ujarnya.

Bahkan, kata Cucun, penggunaan video milik keponakan itu bisa digugat langsung oleh sang anak karena diketahui saat ini yang bersangkutan sudah beranjak dewasa.

“Cek lagi, yang gulung tikar itu, di rumah guru saya, dan yang ada di video itu keponakan saya, namanya Ahmad Zaini. Dia sudah dewasa, cakap hukum, dan bisa melaporkan,” tegasnya.

Ia juga menyoroti narasi yang digunakan dalam tayangan tersebut, yang dinilai tidak memahami konteks praktik keagamaan seperti tawasul di pesantren.

“Kalau ingin memahami mengapa seseorang bertawasul kepada gurunya, itu tidak cukup hanya belajar di pesantren 12 tahun. Karena ada nilai-nilai spiritual yang harus dipahami lebih dalam,” katanya.

Lebih lanjut, Cucun mengingatkan pentingnya menghargai kemajemukan dan kebhinekaan bangsa Indonesia, terutama dalam hal praktik keagamaan di pesantren yang memiliki latar belakang dan tradisi berbeda-beda.

“Kita hidup di Indonesia yang majemuk. Karena itu, jangan masuk ke ruang-ruang kemajemukan yang sudah dihargai dalam bangsa kita. Kebhinekaan ini harus dihormati,” pungkasnya.*

Laporan oleh: Novia Suhari