Batasi Imunitas Jaksa, MK: OTT dan Kejahatan Berat Tak Perlu Izin Jaksa Agung

FORUM KEADILAN – Mahkamah Konstitusi (MK) membatasi imunitas atau kekebalan hukum terhadap jaksa di mana pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan dan penahanan terhadap jaksa tidak memerlukan izin Jaksa Agung kecuali dalam hal operasi tangkap tangan (OTT) atau melakukan tindak pidana kejahatan berat.
Hal itu tertuang dalam Putusan MK Nomor 15/PUU-XXIII/2025 yang diajukan oleh Agus Setiawan, Sulaiman, Perhimpunan Pemuda Madani yang menguji konstitusionalitas norma Pasal 8 ayat 5, Pasal 11 ayat 1 dan ayat 3, Pasal 30B huruf a, Pasal 35 ayat 1 huruf g dan huruf e, Undang-undang (UU) Nomor 11 tahun 2021 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia terhadap Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam putusannya, Mahkamah mengabulkan sebagian permohonan para Pemohon di mana ketentuan Pasal 8 ayat 5 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai secara bersyarat memuat pengecualian dalam hal tertangkap tangan melakukan tindak pidana atau berdasarkan bukti permulaan yang cukup disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati, tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara, atau tindak pidana khusus.
Mahkamah menggeser pendiriannya sebagaimana yang telah diputus melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-XI/2013. Dalam pertimbangannya, Mahkamah menegaskan bahwa meskipun secara prinsip internasional jaksa memang perlu mendapatkan perlindungan hukum sebagaimana tercantum dalam UN Guidelines on the Role of Prosecutors (1990) dan The Status and Role of Prosecutors (2014), namun perlindungan tersebut tidak bersifat mutlak.
“Maka terhadap jaksa juga perlu diperlakukan yang tidak berbeda, yaitu tetap mendapatkan perlindungan hukum sebagaimana disebutkan dalam kedua prinsip internasional tersebut, namun perlindungan hukum dimaksud tidaklah bersifat absolut,” kata Arsul Sani saat membacakan pertimbangan di Gedung MK, Kamis, 16/10/2025.
Menurut MK, ketentuan Pasal 8 ayat 5 mengenai imunitas jaksa dapat diartikan bahwa jaksa yang sedang menjalankan tugas dan wewenangnya, meskipun diduga melakukan tindak pidana, tidak bisa dikenai tindakan hukum oleh aparat penegak hukum lain, termasuk dalam situasi tertangkap tangan, jika tidak ada izin dari Jaksa Agung.
Meskipun perlindungan hukum untuk penegak hukum, yakni jaksa memang diperlukan, akan tetapi, hal tersebut harus sesuai dengan prinsip equality before the law atau kesamaan di hadapan hukum.
MK juga menegaskan bahwa ketentuan norma tersebut tidak selaras dengan semangat perlindungan hukum untuk aparat penegak hukum. Dengan begitu, tidak ada perbedaan antara warga dengan penegak hukum.
“Oleh karena itu, baik antara warga negara dengan penegak hukum maupun antara sesama penegak hukum itu sendiri seharusnya tetap terikat dengan prinsip equality before the law,” lanjutnya.
“Dengan demikian, untuk menyelaraskan keberlakuan norma Pasal 8 ayat 5 UU 11/2021 dengan semangat yang terdapat dalam prinsip persamaan semua orang di hadapan hukum, khususnya dalam perspektif perlindungan hukum bagi sesama penegak hukum dan penegakan hukum yang tidak boleh dibeda-bedakan dengan warga negara pada umumnya, maka tidak ada pilihan lain bagi Mahkamah berkaitan dengan norma Pasal 8 ayat 5 UU 11/2021 harus dinyatakan bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 secara bersyarat,” katanya.
Dengan begitu, ketentuan norma pada Pasal 8 ayat 5 UU Kejaksaan berubah menjadi, ‘Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap Jaksa hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung, kecuali dalam hal:
- tertangkap tangan melakukan tindak pidana; atau
- berdasarkan bukti permulaan yang cukup disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati, tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara, atau tindak pidana khusus.’
Sebagai informasi, putusan ini tidak bulat dan terdapat dua hakim konstitusi yang memiliki pendapat berbeda, yakni Arief Hidayat dan Guntur Hamzah. Mereka berpandangan bahwa mekanisme perlindungan bagi jaksa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bukan imunitas absolut.*
Laporan oleh: Syahrul Baihaqi