Dominasi Terencana Kekuasaan Jokowi

Kolonel (Purn) Sri Radjasa Chandra
Pemerhati Intelijen
FORUM KEADILAN – Di balik citra merakyat Joko Widodo (Jokowi) tersimpan strategi politik yang sistematis, terukur, dan kontroversial. Fenomena “Geng Solo” yaitu jaringan loyalis TNI-Polri yang pernah bertugas bersamanya di Solo bukan sekadar simbol nostalgia politik, melainkan mesin pengendali stabilitas, loyalitas, dan dominasi. Menurut Prof. Kamaruzzaman Bustamam Ahmad (KBA), jaringan ini menjadi fondasi Jokowi untuk mengatur ruang politik, menekan lawan, dan menyiapkan panggung bagi Gibran agar melanjutkan supremasi politik Solo.
Geng Solo bekerja melalui mekanisme loyalitas personal, bukan formal. Para perwira yang ditempatkan di pucuk TNI dan Polri menerima promosi strategis, menjadikan mereka agen politik yang meneguhkan kekuasaan Jokowi. Loyalitas tegak lurus ini membentuk semacam “berhala politik” lokal yang menjadi nilai kebenaran dan legitimasi politik hanya datang dari Jokowi. Strategi ini menekan potensi konflik internal sebelum berkembang menjadi ancaman nyata. Dalam terminologi teori politik, ini adalah patronase modern, di mana stabilitas dicapai melalui jaringan loyalis, bukan institusi checks and balances.
Di ranah sosial, Jokowi membangun relawan yang kemudian bermetamorfosa menjadi ormas pro-Jokowi. Forum Musyawarah Rakyat (Musra) menjadi pusat koordinasi strategis, menyatukan 18 kelompok relawan dan ormas, sekaligus menghubungkan basis akar rumput dengan partai politik pendukung. Pendekatan ini memperkuat modal sosial, sesuai teori Pierre Bourdieu, di mana jaringan sosial diterjemahkan menjadi kekuatan politik nyata. Musra tidak hanya memobilisasi massa, tetapi juga menjadi instrumen pengelolaan narasi publik, memerangi hoaks, dan memperkuat legitimasi kebijakan pemerintah.
Strategi politik Jokowi bekerja melalui empat pilar yang saling menguatkan. Pertama, Geng Solo menjaga kendali sektor pertahanan dan keamanan. Kedua, mobilisasi relawan dan ormas melalui Musra memperkokoh basis sosial. Ketiga, aliansi lintas sektor buruh, pemuda, pelaku usaha mikro dengan memperluas basis politik sekaligus membangun citra inklusif. Keempat, perang informasi melalui Barisan Geng Solo (BGS) menjaga dominasi narasi digital. Sinergi keempat pilar ini menciptakan jaringan yang sulit ditembus, memastikan pengaruh politik Jokowi tetap solid meski ia tak lagi menjabat presiden.
Strategi ini juga menimbulkan dilema etis. Loyalitas ditegakkan melalui promosi jabatan dan personalisasi kekuasaan bukan mekanisme formal yang transparan. Loyalis bukan sekadar birokrat, tetapi agen politik yang memproduksi kebenaran versi Jokowi. Demokrasi lokal menjadi terukur oleh kekuatan jaringan dan loyalitas, bukan kompetisi terbuka.
Data empiris menunjukkan efektivitas strategi ini. Selama 10 tahun kepemimpinan, hampir seluruh infrastruktur politik berada dalam orbit Jokowi. Dominasi narasi dan loyalitas struktural memungkinkan pengaturan alur politik nasional, termasuk framing calon presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2024. Panggung Solo kini siap diwariskan ke Gibran, melanjutkan supremasi politik dinasti yang dibangun dengan presisi jaringan, loyalitas, dan kontrol institusi.
Fenomena Geng Solo, Musra, relawan, ormas, dan BGS bukan sekadar alat elektoral. Mereka adalah fondasi struktural dominasi politik Jokowi terlihat efektif, rapi, kontroversial, dan terus bekerja tanpa henti. Analisis KBA menegaskan, ini bukan kebetulan, tetapi hasil perencanaan matang yang menggabungkan loyalitas, modal sosial, strategi institusi, dan pengelolaan persepsi publik. Jokowi telah menulis ulang buku strategi politik Indonesia, dengan Solo sebagai laboratoriumnya, Geng Solo sebagai mesinnya, dan Gibran sebagai calon penerus yang siap mengeksekusi logika jaringan itu.
Jika Prabowo masih menggunakan pendekatan politik balas jasa, dapat dipastikan Prabowo justru telah memberi karpet merah bagi hadirnya kembali dinasti Solo, tanpa disadari melemahkan posisi tawarnya sendiri di panggung politik nasional. Strategi yang terencana dan adaptif seperti yang diterapkan Jokowi sulit ditandingi oleh logika patronase konvensional.*