Selasa, 07 Oktober 2025
Menu

Soal Pertemuan Jokowi–Prabowo, Pengamat Nilai Sarat Manuver Politik dan Simbol Kekuasaan

Redaksi
Presiden Prabowo Subianto dan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) bertemu di Solo, Minggu, 3/11/2024 | Instagram @jokowi
Presiden Prabowo Subianto dan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) bertemu di Solo, Minggu, 3/11/2024 | Instagram @jokowi
Bagikan:

FORUM KEADILANPertemuan antara Presiden Prabowo Subianto dan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) di Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, Sabtu, 4/10/2025 lalu dinilai sarat dengan pesan simbolik dan strategi politik.

Pengamat politik dari Citra Institute Yusak Farchan menilai, pertemuan ini menunjukkan bahwa Prabowo berkepentingan menjaga keseimbangan politik dengan siapa pun, termasuk Jokowi, tanpa mengurangi kedaulatannya sebagai Presiden.

“Sebagai seorang presiden, Prabowo berkepentingan menjaga keseimbangan politik dengan siapa pun, termasuk Jokowi,” ujar Yusak kepada Forum Keadilan, Senin, 6/10.

Menurutnya, pertemuan tersebut tidak bisa dimaknai sebagai bentuk pengaruh Jokowi terhadap arah pemerintahan Prabowo, seperti dituduhkan oleh sebagian pihak.

“Bertemu Jokowi tidak berarti menggadaikan kedaulatan Prabowo sebagai presiden,” tegasnya.

Yusak menilai, reshuffle kabinet terakhir menjadi indikasi kuat bahwa Prabowo tengah berupaya keluar dari bayang-bayang Jokowi.

“Meskipun tidak mudah menggusur kekuatan Jokowi seratus persen, Prabowo sedang menunjukkan dirinya sebagai Presiden yang tidak bisa terus-menerus didikte oleh kemauan Jokowi,” kata Yusak.

Lebih lanjut, Yusak menilai, pertemuan di Kertanegara juga memiliki pesan simbolik bagi publik dan elite politik. Menurutnya, langkah Jokowi bertemu Prabowo merupakan upaya menepis isu bahwa dirinya mulai ditinggalkan setelah reshuffle kabinet yang mencopot sejumlah tokoh dekatnya.

“Secara simbolik, pertemuan ini menunjukkan bahwa Jokowi ingin menepis isu ditinggalkan Prabowo setelah reshuffle beberapa waktu lalu yang menyasar sebagian orang-orang Jokowi seperti Budi Arie, Dito Ariotedjo, dan Abdul Kadir Karding,” ujarnya.

Terkait isu Jokowi masih aktif berperan dalam dinamika politik nasional, Yusak menilai hal itu sulit untuk dibantah.

“Soal Jokowi masih ingin cawe-cawe, saya kira itu fakta politik yang sulit dibantah,” ucapnya.

Ia menambahkan, manuver politik Jokowi belakangan ini, termasuk isu Prabowo–Gibran dua periode, menjadi sinyal bahwa Jokowi belum sepenuhnya ingin mundur dari panggung politik nasional.

“Manuver Jokowi terkait Prabowo–Gibran dua periode menjadi indikator kuat bahwa Jokowi tidak akan pensiun sebagaimana janji politik sebelumnya,” kata Yusak.

Yusak juga menyoroti peran Jokowi dalam membesarkan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) sebagai bagian dari upaya mempertahankan pengaruh politiknya.

“Saya kira Jokowi akan terus bermanuver melanggengkan kekuasaan. Komitmen Jokowi membesarkan PSI merupakan bagian dari strategi itu,” pungkasnya.*

Laporan oleh: Muhammad Reza