Minggu, 05 Oktober 2025
Menu

Kuasa Hukum Minta Status Tersangka Nadiem di Kasus Korupsi Laptop Tidak Sah

Redaksi
Sidang perdana praperadilan Nadiem Makarim di PN Jaksel, Jumat, 3/10/2025 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Sidang perdana praperadilan Nadiem Makarim di PN Jaksel, Jumat, 3/10/2025 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Kuasa Hukum Keluarga Eks Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim meminta majelis hakim agar penetapan tersangka yang dilakukan Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kasus dugaan korupsi laptop berbasis Chromebook pada program digitalisasi pendidikan tahun 2019-2022 dinyatakan tidak sah.

Hal itu diungkapkan oleh tim hukum Nadiem dalam sidang praperadilan melawan Kejagung yang diadili oleh Hakim Tunggal I Ketut Darpawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Jumat, 3/10/2025.

Dalam permohonannya, kuasa hukum mendalilkan bahwa penetapan tersangka terhadap Nadiem tidak sah dan tidak mengikat secara hukum karena dinilai minimnya dua alat bukti.

“Termohon (Kejagung) patut diduga belum memiliki bukti permulaan yang menjadikan penetapan tersangka terhadap Pemohon (Nadiem) cacat formil dan tidak sah secara hukum,” kata kuasa hukum di ruang sidang PN Jaksel.

Selain itu, mereka juga menilai tidak ditemukan adanya indikasi kerugian negara akibat dari program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek.

Apalagi, kata mereka, hal itu sejalan dengan hasil audit Program Bantuan Peralatan Teknologi Informasi Dan Komunikasi (TIK) tahun 2020-2022 yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Inspektorat Jenderal Kemendikbud Ristek.

Di sisi lain, mereka menilai bahwa penetapan tersangka terhadap Nadiem juga tidak disertai dengan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara yang bersifat nyata (actual loss) oleh BPKP.

“Padahal, Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara yang bersifat nyata merupakan syarat mutlak sebagai salah satu dari dua alat bukti yang dipersyaratkan dalam Pasal 184 KUHAP juncto Putusan MK 21/PUU-XII/2014. Sehingga penetapan tersangka terhadap Pemohon harus dinyatakan tidak sah dan tidak mengikat secara hukum,” ujarnya.

Selain itu, tim hukum juga menyebut penetapan tersangka terhadap Nadiem sebelum ada penerbitan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP). Oleh karenanya, mereka beralasan bahwa penahanan Nadiem dilakukan secara sewenang-wenang oleh Kejagung.

“Tanpa diterbitkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan atau SPDP terlebih dahulu, sebelum melakukan upaya paksa tersebut maupun setelah dikeluarkan Surat Perintah Penyidikan,” ujarnya.

Oleh karenanya, dalam provisi permohonan, ia meminta kepada majelis hakim agar memerintahkan kepada Kejagung untuk tidak melimpahkan berkas perkara Nadiem ke Pengadilan Tipikor Jakarta sebelum sidang praperadilan selesai.

Dalam petitumnya, kuasa hukum meminta agar majelis hakim mengabulkan seluruh permohonan praperadilan Nadiem untuk keseluruhan. Selain itu, ia juga meminta majelis agar SPDP, penetapan tersangka dan penahanan terhadap Nadiem tidak sah dan berdasarkan hukum.

“Menyatakan Surat Perintah Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Prin-67/F2/Fd. 2/09/2025 pada tanggal 4 September 2025 atas nama tersangka Nadiem Anwar Makarim adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum,” kata kuasa hukum saat membacakan petitum permohonan.

Tim hukum juga meminta agar Kejagung mengeluarkan Nadiem dari tahanan usai putusan diucapkan dan meminta rehabilitasi dan mengembalikan kedudukan hukum terhadapnya.

Namun, apabila majelis hakim menyatakan lain, tim hukum meminta agar Kejagung menangguhkan penahanan terhadap Nadiem apabila perkara tetap dilanjutkan ke tahap penuntutan.

Sebelumnya, Kejagung menetapkan Nadiem Makarim sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook dalam program digitalisasi pendidikan Kemendikbudristek tahun 2019–2024.

Kejagung juga telah menetapkan Eks Staf Khusus Nadiem, Jurist Tan dan konsultan Ibrahim Arief dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook dalam program digitalisasi pendidikan Kemendikbudristek tahun 2019–2024.

Selain mereka berdua, terdapat dua tersangka lain yang ditetapkan Korps Adhyaksa, yakni Eks Direktur SMP Kemendikbudristek, Mulyatsyah (MUL), dan Direktur Sekolah Dasar Kemendikbudristek Sri Wahyuningsih (SW).

Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.*

Laporan oleh: Syahrul Baihaqi