Penggugat Ijazah SMA Hanya Mau Damai Jika Gibran Mundur dari Jabatan Wapres

FORUM KEADILAN – Penggugat ijazah SMA Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, Subhan Palal, menegaskan bahwa peluang damai hanya terbuka jika Gibran bersedia mundur dari jabatannya.
Hal itu ia sampaikan usai mediasi pertama dalam kasus gugatan perdata sebesar Rp125 triliun atas ijazah sekolah SMA Gibran di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).
Menurut Subhan, persoalan yang ia gugat merupakan ‘cacat bawaan’ sejak awal. Oleh karena itu, ia menilai, sulit bagi dirinya untuk menerima perdamaian dari Gibran.
“Saya berkali-kali menyatakan karena ini adalah cacat bawaan. Bagaimana saya bisa damai. Bukan saya yang damai, maka dia yang harus berdamai. Satu-satunya jalan, (Gibran) mundur,” katanya kepada wartawan, Senin, 29/9/2025.
Terkait detail proposal perdamaian, Subhan mengaku belum menyiapkan secara resmi. Namun, ia menegaskan bahwa substansi gugatannya jelas, yakni dugaan cacat dalam syarat pendidikan Gibran.
Subhan menjelaskan bahwa persoalan pendidikan yang dipermasalahkan merupakan syarat subjektif yang melekat dan tidak bisa dinegosiasikan.
“Itu pendidikan itu syarat subjektif loh. Jadi melekat. Kalau itu nanti bisa diselesaikan dengan cara apa? Ya sekolah lagi, kan gitu kan. Nah itu terlanjur, menurut saya pendidikannya nggak cukup. Undang-undangnya itu nggak cukup memenuhi itu,” ujarnya.
Adapun dalam perkara ini, seorang warga negara bernama Subhan Palal menggugat Gibran Rakabuming Raka dan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Dirinya meminta kepada majelis hakim agar menyatakan Gibran tidak sah menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2024-2029.
Sebab, kata dia, Gibran tidak pernah sekolah SMA sederajat yang diselenggarakan berdasarkan hukum RI, sehingga tidak memenuhi syarat dalam pendaftaran cawapres pada pilpres lalu.
Selain itu, penggugat juga meminta majelis hakim menghukum Gibran dan KPU membayar kerugian materil dan immateril sebesar Rp125 triliun.
Saat ini, proses persidangan tengah pada tahan mediasi. Adapun proses mediasi ini berlangsung selama kurang lebih 30 hari. Apabila tidak ada kesepakatan dalam proses tersebut, maka sidang akan kembali dilanjutkan.*
Laporan oleh: Syahrul Baihaqi