Selasa, 30 September 2025
Menu

MK Nilai UU Tapera Ubah Tabungan Sukarela Jadi Pungutan Memaksa

Redaksi
Gedung Mahkamah Konstitusi | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Gedung Mahkamah Konstitusi | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Mahkamah Konstitusi (MK) menilai bahwa Undang-Undang Tabungan Perumahan Rakyat (UU Tapera) mengubah konsep tabungan sukarela menjadi pungutan yang bersifat memaksa.

Adapun dalam putusannya, MK membatalkan UU Tapera usai mengabulkan permohonan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) yang tertuang dalam Putusan Nomor 96/PUU-XXII/2024 yang menguji konstitusionalitas kata ‘wajib’ untuk pekerja dan pekerja mandiri untuk menjadi peserta Tapera.

Dalam pertimbangannya, Hakim Konstiusi Saldi Isra mengatakan bahwa istilah ‘tabungan’ dalam Tapera tidak dapat diartikan sebagai pungutan resmi yang bersifat memaksa seperti halnya pajak.

“Berkenaan dengan hal ini, penyematan istilah ‘tabungan’ dalam program Tapera menimbulkan persoalan bagi pihak-pihak yang terdampak, in casu pekerja karena diikuti dengan unsur pemaksaan dengan meletakkan kata wajib sebagai peserta Tapera,” kata Saldi di ruang sidang, Senin, 29/9/2025.

Menurut Mahkamah, penerapan iuran yang bersifat memaksa tersebut tidak sesuai dengan karakteristik hakikat tabungan yang sesungguhnya karena tidak lagi terdapat kehendak yang bebas.

Apalagi, kata Mahkamah, Tapera bukan termasuk dalam kategori pungutan lain yang bersifat memaksa sebagaimana maksud Pasal 23A UUD NRI Tahun 1945 ataupun dalam kategori pungutan resmi lainnya.

“Oleh karena itu, Mahkamah menilai Tapera telah menggeser makna konsep tabungan yang sejatinya bersifat sukarela menjadi pungutan yang bersifat memaksa sebagaimana didalilkan Pemohon,” katanya.

Sebelumnya, MK menyatakan bahwa UU Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tapera dinyatakan inkonstitusional. Mahkamah memberikan jangka waktu dua tahun kepada Pemerintah dan DPR untuk menata ulang sesuai dengan amanat UU Nomor 1 Tahun 2011.

Hal itu tertuang dalam Putusan Nomor 96/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh KSBSI yang menguji konstitusionalitas kata ‘wajib’ untuk pekerja dan pekerja mandiri untuk menjadi peserta Tapera.

“Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” kata Suhartoyo saat membacakan amar putusan di ruang sidang, Senin, 29/9.

Dalam pertimbangannya, Mahkamah menyebut bahwa Pasal 7 ayat 1 UU Tapera yang merupakan ‘pasal jantung’ telah dinyatakan bertentangan, maka MK menegaskan bahwa Tapera harus dinyatakan inkonstitusional.

“Dengan demikian, oleh karena Pasal 7 ayat 1 UU 4/2016 adalah ‘pasal jantung’ yang telah dinyatakan bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 maka tidak ada keraguan bagi Mahkamah untuk menyatakan UU 4/2016 secara keseluruhan harus dinyatakan bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945,” kata Enny Nurbaningsih.*

Laporan oleh: Syahrul Baihaqi