Minggu, 28 September 2025
Menu

Mengenal Hari Pariwisata Dunia 2025 dan Tema yang Diusung

Redaksi
Hari Pariwisata Dunia 2025 | Ist
Hari Pariwisata Dunia 2025 | Ist
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Setiap tanggal 27 September, dunia memperingati Hari Pariwisata Dunia sebagai momentum penting untuk merenungkan kembali peran pariwisata—bukan sekadar sarana liburan, tetapi sebagai agen perubahan yang menyentuh ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan.

Sejak diresmikan pada tahun 1980 oleh Organisasi Pariwisata Dunia atau United Nations World Tourism Organization (UNWTO), hari ini menjadi panggilan bersama agar sektor pariwisata berkembang secara adil dan bertanggung jawab.

Tema 2025: Pariwisata dan Transformasi Berkelanjutan

Untuk peringatan tahun 2025, UNWTO memilih tema Tourism and Sustainable Transformation atau dalam bahasa Indonesia: Pariwisata dan Transformasi Berkelanjutan.

Tema ini menegaskan bahwa pariwisata harus menjadi kekuatan untuk perubahan positif — bukan hanya pertumbuhan ekonomi semata, tetapi juga pelestarian budaya, pemerataan kesejahteraan, serta perlindungan lingkungan.

Dalam dokumen resminya, UNWTO menyebut bahwa transformasi tersebut harus didukung oleh tata kelola efektif, penguatan kompetensi masyarakat lokal, inovasi, serta pelibatan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Latar Belakang Sejarah

Pemilihan tanggal 27 September sebagai Hari Pariwisata Dunia dilatarbelakangi dua peristiwa historis:

Pada 27 September 1970, dalam sebuah konferensi di Kota Meksiko, disetujui Statuta Organisasi Pariwisata Dunia (UNWTO). Sejak 1980, tanggal ini secara resmi digunakan untuk memperingati dan meningkatkan kesadaran global akan pentingnya pariwisata.

Melalui peringatan ini, masyarakat internasional diajak untuk melihat pariwisata bukan sebatas bisnis destinasi, melainkan sebagai sarana untuk menguatkan identitas lokal, menjembatani antarbudaya, dan menjaga warisan alam serta budaya.

Relevansi Tema dengan Tantangan Aktual

Mengusung transformasi berkelanjutan berarti menghadapi sejumlah tantangan nyata:

–  Overtourism (pariwisata berlebih) dapat merusak ekosistem, membebani fasilitas publik, dan mengikis kualitas hidup penduduk lokal.

– Kesenjangan manfaat ekonomi, di mana keuntungan pariwisata sering menumpuk pada kelompok besar, sementara masyarakat lokal hanya memperoleh bagian kecil.

– Kerusakan budaya dan homogenisasi budaya akibat pengaruh globalisasi pariwisata yang kurang selektif.

– Dampak lingkungan, seperti limbah plastik, polusi, konsumsi air dan energi yang intensif, serta tekanan pada habitat alami.

Tema 2025 mengajak agar semua pemangku kepentingan — pemerintah, pelaku usaha, masyarakat lokal, wisatawan — bergerak menuju pariwisata yang inklusif, berpihak pada lingkungan, dan berkeadilan.

Apa yang Bisa Dilakukan di Indonesia?

Dalam konteks Indonesia yang kaya ragam budaya dan alam, adaptasi tema ini sangat relevan. Beberapa upaya yang bisa diperkuat:

  1. Pengembangan desa wisata berbasis kearifan lokal

Mendorong desa-desa untuk mengelola potensi mereka sendiri—misalnya melalui homestay, kegiatan budaya, edukasi lingkungan—dengan tetap menjaga identitas setempat.

  1. Penerapan praktik pariwisata ramah lingkungan

Misalnya penggunaan energi terbarukan di penginapan, pengelolaan sampah secara lebih baik (reduce, reuse, recycle), serta promosi transportasi rendah emisi (sepeda, transportasi publik).

  1. Pelibatan masyarakat lokal dalam keputusan pembangunan pariwisata

Agar mereka tidak hanya menjadi objek, tetapi subjek yang menentukan arah pengembangan destinasi di wilayah masing-masing.

  1. Mendorong UMKM pariwisata lokal

Pemberdayaan usaha kecil (souvenir, kuliner, pemandu lokal) agar mereka memperoleh bagian yang adil dari aliran ekonomi wisatawan.

  1. Digitalisasi dan inovasi dalam pariwisata

Pemanfaatan teknologi—aplikasi peta digital, platform pemasaran digital, sistem reservasi terdesentralisasi—untuk menjangkau wisatawan lebih luas tanpa harus melampatkan satu titik destinasi.

Kegiatan Peringatan Hari Pariwisata Dunia

Setiap negara biasanya menyelenggarakan berbagai kegiatan sebagai bentuk peringatan, antara lain:

– Seminar dan lokakarya bertema pariwisata berkelanjutan

– Kampanye kesadaran publik (misalnya “wisata bersih”, “kurangi plastik sekali pakai”)

– Kompetisi foto atau video bertema budaya dan alam

– Jalan sehat atau aksi bersih-bersih destinasi wisata

– Kemitraan lintas sektor (pemerintah, swasta, lembaga masyarakat) untuk menyusun program jangka panjang

Di Indonesia, Kementerian Pariwisata dan instansi daerah seringkali memanfaatkan momentum ini untuk meluncurkan destinasi baru, paket pariwisata tematik, ataupun promosi keberlanjutan lokal.

Hari Pariwisata Dunia bukan sekadar perayaan, tetapi panggilan refleksi dan aksi. Di tahun 2025, kita diajak berpikir: apakah perjalanan kita, baik sebagai wisatawan maupun pelaku usaha, telah membawa dampak nyata — tidak hanya bagi diri kita, tetapi bagi komunitas dan planet ini?

Mari kita jadikan setiap destinasi sebagai ruang yang lestari, bukan hanya indah untuk difoto, tetapi nyaman untuk hidup generasi mendatang. Dengan memegang prinsip keadilan, inklusivitas, dan keberlanjutan, kita bersama membentuk pariwisata yang bermakna — bukan semata kenangan, tetapi perubahan positif yang nyata.*

Laporan oleh: Michelle Angella