Jumat, 26 September 2025
Menu

Nusron Ungkap Arahan Prabowo Revisi Aturan Ambil Alih Tanah Terlantar

Redaksi
Ketua DPP Golkar sekaligus Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid | Ist
Ketua DPP Golkar sekaligus Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid | Ist
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, mendapatkan arahan dari Presiden Prabowo Subianto untuk merevisi aturan pengambilalihan tanah terlantar. Saat ini, proses penetapan tanah terlantar hingga diambil alih negara dipercepat menjadi hanya 90 hari.

Aturan tentang ambil alih tanah terlantar ini ada dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar. Dalam aturan tersebut, proses penetapan tanah terlantar membutuhkan waktu 578 hari atau sekitar 2 tahun.

“Karena prosesnya untuk menentukan tanah terlantar itu lama, berdasarkan PP butuh waktu 587 hari, karena itu atas perintah Bapak Presiden Prabowo, demi untuk rakyat, kami diperintah revisi! Prosesnya kami persingkat, hanya waktu 90 hari,” ujar Nusron, dalam Audiensi Pimpinan DPR terkait strategi percepatan pelaksanaan reforma agraria di Senayan, Jakarta, Rabu, 24/9/2025.

Ia menjelaskan bahwa saat ini revisi aturan itu sudah selesai diharmonisasi dan dalam proses persetujuan. Saat ini, aturan tersebut tinggal menunggu tanda tangan dari Presiden Prabowo Subianto.

Tanah terlantar, lanjutnya, adalah bagian dari objek reforma agraria. Objek yang termasuk tanah terlantar adalah tanah berstatus Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), hingga konsesi yang tidak digunakan selama 2 tahun.

“Dua tahun, mangga, tidak diapa-apakan, tidak dimanfaatkan, negara berhak untuk mengevaluasi, kemudian mencatatkan tanah terlantar bisa diserahkan kepada Bank Tanah, kemudian diredistribusikan kepada rakyat,” jelasnya.

Diketahui sebelumnya, Nusron telah menegaskan bahwa pihaknya akan menertibkan lahan dengan HGU dan HGB yang terlantar atau nganggur. Diperkirakan ada jutaan tanah tidak produktif dan tidak optimal bagi masyarakat. Menurut Nusron, tanah-tanah ini dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat.

“Kita perlu jujur mengakui ada jutaan hektar tanah dengan status HGU, hak guna usaha, dan HGB, hak guna bangunan, yang kondisinya terlantar, tidak produktif, dan tidak memberikan manfaat secara optimal bagi masyarakat,” ujar Nusron dalam konferensi persnya di Kementerian ATR/BPN, Jakarta, Selasa,12/8/2025.

Ia mengatakan bahwa lahan itu akan dioptimalkan sejalan dengan rencana reforma agrarian. Selain itu, tanah-tanah terlantar ini juga akan dimanfaatkan untuk pertanian rakyat, ketahanan pangan, perumahan rumah, hingga penyediaan lahan bagi kepentingan umum seperti sekolah rakyat, dan puskesmas.

Tetapi, ia menegaskan, penertiban lahan tidak berlaku pada tanah dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) dan Sertifikat Hak Pakai (SHP). Dirinya juga memastikan, penertiban tidak akan dilakukan untuk lahan sawah rakyat, pekarangan rakyat, atau tanah waris.*