Rabu, 05 November 2025
Menu

KPK Ungkap Ada Oknum Kemenag Minta US$2.400 Uang Percepatan ke Khalid Basalamah

Redaksi
Khalid Basalamah di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa, 9/9/2025 | Muhammad Reza/Forum Keadilan
Khalid Basalamah di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa, 9/9/2025 | Muhammad Reza/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Ada pegawai Kementerian Agama (Kemenag) yang diduga menawarkan kuota haji khusus ke pemilik PT Zahra Oto Mandiri (Uhud Tour) Khalid Zeed Abdullah Basalamah.

Hal tersebut diungkapkan oleh Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers yang digelar di Gedung KPK, Jakarta, Kamis, 18/9/2025.

Asep mengungkapkan bahwa Khalid beserta ratusan jemaah lain sebenarnya telah mendaftarkan diri dengan haji furoda pada 2024. Tetapi, pegawai Kemenag tersebut lalu menawarkan kuota haji khusus.

“Ada oknum dari Kementerian Agama yang menyampaikan bahwa, ‘Ustaz, ini pakai kuota haji khusus saja, ini resmi’,” ungkap Asep.

Selain menawarkan, kata Asep, pegawai Kemenag tersebut juga menjanjikan Khalid bisa langsung berangkat di tahun yang sama, tetapi ada uang yang diminta untuk percepatannya. Jumlahnya sekitar US$2.400 per kuota.

“Oknum dari Kemenag ini kemudian menyampaikan, ‘Ya, ini juga berangkat di tahun ini, tapi harus ada uang percepatan’. Nah, diberikan lah uang percepatan, kalau tidak salah itu, US$2.400 per kuota,” jelas Asep.

Khalid pun langsung mengumpulkan uang dari jemaah-jemaahnya usai menyetujui tawaran tersebut. Selanjutnya, uang diserahkan kepada pegawai Kemenag tersebut.

“Dikumpulkan lah uang itu sama Ustaz KB ini, kumpulkan, diserahkan lah kepada oknum,” kata Asep.

Akhirnya Khalid dan ratusan jemaah lainnya berangkat ke Tanah Suci dengan kuota haji khusus tersebut di tahun yang sama.

Namun, setelah pelaksanaan haji 2024 selesai, berbagai permasalahan muncul dan berakhir dengan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) haji DPR.

“Karena takut, karena ada ketakutan dari si oknum ini, kemudian dikembalikan lah uang itu, yang tadi sudah diserahkan sebagai uang percepatan itu, diserahkan lah kembali ke Ustaz Khalid Basalamah,” ujar Asep.

Uang tersebut kemudian diserahkan oleh Khalid kepada KPK beberapa hari yang lalu. Uang diserahkan secara bertahap dan masuk pada daftar barang bukti yang saat ini masih dalam tahap penghitungan.

KPK juga mengungkapkan hampir 400 travel haji diduga menggunakan kuota haji tambahan dengan memanfaatkan visa haji khusus.

Asep Guntur Rahayu mengatakan, banyaknya travel yang terlibat membuat proses penanganan perkara dugaan korupsi kuota haji berjalan lebih lambat.

“Adakah travel lain? Ya itu, itu kan hampir 400 travel. Itu yang membuat ini juga agak lama,” kata Asep.

Asep menjelaskan, setiap travel memiliki jumlah kuota haji khusus yang berbeda-beda. Ada yang mendapatkan ribuan kuota, bahkan hingga puluhan ribu.

“Jadi kuota haji itu misalnya travel A itu sekian puluh ribu, di yang B bisa saja lebih besar, 10 ribu, 20 ribu,” ujarnya.

Ia menambahkan, harga kuota haji khusus juga bervariasi, tergantung pada jumlah pendaftar dan besaran kuota yang dimiliki oleh travel tersebut.

“Kalau travel makin banyak yang daftar haji ke travel tersebut, sementara kuotanya sedikit, ya harganya makin tinggi. Tapi misalkan kuotanya dia punya lima, tapi yang daftar cuma dua, nah itu kan pasti tidak terlalu tinggi,” kata Asep.

KPK saat ini masih menelusuri lebih jauh rata-rata harga penjualan kuota haji khusus tersebut dari masing-masing travel.

“Kita benar-benar telusuri sebetulnya berapa sih dijualnya rata-rata, karena berbeda-beda itu dari masing-masing travel tadi,” ucapnya.

Sebelumnya, Ustaz kondang Khalid Basalamah mengembalikan uang terkait dugaan korupsi kuota haji ke KPK. Uang tersebut merupakan hasil dari penjualan kuota haji khusus melalui travelnya yang bernama PT Zahra Oto Mandiri (Uhud Tour).

“Ini terkait dengan penjualan kuota ibadah haji yang dilakukan oleh Saudara ustaz KB melalui biro perjalanannya,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada media, Senin, 15/9.

Namun, jumlah uang yang dikembalikan oleh Khalid tersebut belum dapat diungkapkan.

“Jadi terkait dengan pengembalian sejumlah uang itu kami konfirmasi benar ada. Namun untuk jumlahnya belum bisa kami sampaikan,” tutur Budi.

Diketahui, Khalid Basalamah menjalani pemeriksaan oleh KPK terkait kasus dugaan korupsi kuota haji 2024. Khalid dipanggil dalam kapasitasnya sebagai direktur atau pemilik PT Zahra Oto Mandiri (Uhud Tour).

Dalam pemeriksaan tersebut, Khalid memberikan klarifikasi mengenai proses keberangkatannya ke Tanah Suci, termasuk pihak-pihak yang terlibat dalam pengurusan visa haji.

Menurut Khalid, awalnya ia mendaftar sebagai jemaah Furoda melalui Uhud Tour. Namun, karena kuota belum tersedia, ia dan rombongan kemudian ditawari visa oleh seorang bernama Ibnu Masud, pemilik PT Muhibbah asal Pekanbaru.

“Jadi saya posisinya tadinya sama jemaah Furoda. Kami sudah bayar dan siap berangkat. Tapi ada seseorang bernama Ibnu Masud pemilik PT Muhibbah dari Pekanbaru menawarkan visa ini. Sehingga kami ikut dengan visa itu melalui travel Muhibbah,” ujar Khalid usai diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa, 9/9.

Khalid menegaskan bahwa dirinya berangkat haji bersama 122 jemaah lain di bawah travel Muhibbah. Ia menyebut, rombongan Uhud Tour terpaksa bergabung ke Muhibbah karena tidak mendapat kuota.

“Saya diperiksa sebagai jemaah. Posisi kami ini sebenarnya korban dari PT Muhibbah yang diberi oleh Ibnu Masud. Jumlah kami 122 orang. Selebihnya nanti mungkin akan dijelaskan kuasa hukum kami,” pungkasnya.

KPK saat ini tengah mendalami dugaan tindak pidana korupsi terkait pengelolaan kuota haji tahun 2024 yang diduga melibatkan sejumlah pihak di Kementerian Agama (Kemenag) serta pelaku usaha di sektor travel ibadah haji.

Kasus ini pun telah naik ke tahap penyidikan, tapi KPK belum menetapkan tersangka. Meski demikian, ada tiga orang yang dicegah ke luar negeri oleh KPK.

Mereka ialah eks Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas; eks Stafsus Yaqut, Ishfah Abidal Aziz; dan bos Maktour Fuad Hasan Masyhur. Pencegahan dilakukan karena keberadaan ketiganya di Indonesia dibutuhkan untuk penyidikan perkara tersebut.

KPK juga telah melakukan sejumlah penyitaan terkait kasus ini. Antara lain uang US$1,6 juta; mobil; hingga rumah bernilai miliaran rupiah.*