Tolak Uji Formil UU TNI, MK Tegaskan Akses Informasi Dapat Dibuka di Website dan YouTube DPR

FORUM KEADILAN – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji formil UU TNI yang diajukan koalisi masyarakat sipil. Salah satu argumen yang tidak dikabulkan adalah soal dalil kurangnya keterbukaan informasi, karena MK menilai, akses publik tersedia lewat website dan kanal YouTube DPR.
Dalam pertimbangannya, Hakim Konstitusi Guntur Hamzah menilai bahwa proses legislasi di DPR telah menyediakan akses yang memadai bagi masyarakat. MK menyebut bahwa pembentuk undang-undang telah melakukan upaya untuk membuka ruang partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan RUU Perubahan Atas UU 34/2004.
“Sejalan dengan itu, pembentuk undang-undang juga melakukan upaya baik melalui tatap muka dalam berbagai diskusi publik maupun melalui metode berbagi informasi secara elektronik melalui laman (website) resmi maupun kanal youtube yang dapat diakses oleh masyarakat yang membutuhkan terutama para pemangku kepentingan (stakeholders) yang hendak menggunakan haknya untuk berpartisipasi,” ucapnya dalam pertimbangan perkara Nomor 81/PUU-XXIII/2025 di Gedung MK, Rabu, 17/9/2025.
“Artinya, pembentuk undang-undang telah menyediakan beberapa pilihan metode atau sarana partisipasi publik, serta tidak ada upaya untuk menghalangi masyarakat yang hendak berpartisipasi dalam proses pembentukan RUU Perubahan Atas UU 34/2004 yang dapat dijadikan bahan dalam mengambil keputusan untuk merumuskan norma pada setiap pembentukan undang-undang, in casu RUU Perubahan Atas UU 34/2004,” tambahnya.
Mahkamah merujuk pada keterangan DPR yang menyebut bahwa naskah akademik (NA) dan rancangan undang-undang (RUU) dapat diakses melalui laman resmi DPR. Hal ini, menurut Mahkamah, terbukti dengan adanya analisis Policy Brief berjudul ‘Revisi UU TNI Perlu Orientasi Jangka Panjang’ yang disusun Indonesia Strategic & Defense Studies (ISDS) berdasarkan draft RUU yang diakses dari Badan Legislasi DPR.
“Adanya analisis tersebut menunjukan bahwa ISDS dapat mengakses draft RUU dari Badan Legislasi DPR,” katanya .
Sementara mengenai Daftar Inventarisasi Masalah (DIM), MK menilai, dokumen tersebut merupakan bagian dari rangkaian tahapan pembahasan yang juga terbuka. Salah satunya pada rapat konsinyering Panitia Kerja RUU Perubahan UU TNI di Hotel Fairmont, Jakarta, pada 14–15 Maret 2025. Dalam risalah rapat, pimpinan menyatakan pertemuan tersebut terbuka untuk umum.
Adapun saat itu Koalisi Masyarakat Sipil melakukan penggerebekan terhadap para anggota dewan yang melakukan rapat secara tertutup di Hotel Fairmont.
“Berdasarkan fakta hukum tersebut, menurut Mahkamah, berkenaan dengan permasalahan dokumen yang tidak dapat diakses adalah tidak tepat jika dikaitkan dengan pelanggaran asas keterbukaan sebagaimana didalilkan oleh para Pemohon,” lanjutnya.
Mahkamah menyebut, apabila para pemohon hendak memperoleh akses dokumen terkait RUU TNI, akses tersebut selain telah tersedia di laman resmi dan kanal YouTube DPR, juga dapat diketahui melalui wawancara media massa seusai rapat pembahasan.
“Dengan demikian, berdasarkan fakta hukum tersebut, pembentuk undang-undang telah menyediakan akses melalui laman resmi dan kanal youtube DPR serta adanya hasil wawancara yang dilakukan oleh media massa dalam setiap tahapan pembahasan RUU a quo telah membuktikan upaya pembentuk undang-undang dalam membuka akses informasi yang seluas-luasnya kepada masyarakat,” katanya.
Adapun putusan ini tidak disepakati secara bulat oleh sembilan hakim MK, empat di antaranya memiliki dissenting opinion atau pendapat berbeda. Keempat hakim tersebt ialah Suhartoyo, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Arsul Sani.
“Di mana empat hakim tersebut bahwa permohonan pemohon beralasan menurut hukum dan seharusnya Mahkamah mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian,” katanya.
Sebagai informasi, hari ini MK akan membacakan putusan 5 perkara yang menguji formil konstitusionalitas UU TNI. Kelima perkara tersebut kandas di MK. Adapun salah satu perkara tersebut diajukan oleh koalisi masyarakat sipil.
Adapun para Pemohon tersebut ialah Perkara Nomor 56/PUU-XXIII/2025 terdiri atas Muhammad Bagir Shadr (Pemohon I), Muhammad Fawwaz Farhan Farabi (Pemohon II), Thariq Qudsi Al Fahd (Pemohon III). Adapun para Pemohon Perkara Nomor 75/PUU-XXIII/2025 yaitu Muhammad Imam Maulana (Pemohon I), Mariana Sri Rahayu Yohana Silaban (Pemohon II), Nathan Radot Zudika Parasian Sidabutar (Pemohon III), dan Ursula Lara Pagitta Tarigan (Pemohon IV). Pemohon Perkara Nomor 56/PUU-XXIII/2025 dan Perkara Nomor 81/PUU-XXIII/2025 diajukan oleh Koalisi Masyarakat Sipil selaku Pemohon V.
Pada intinya, kelima perkara uji formil TNI tersebut meminta agar Mahkamah menyatakan pembentukan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia bertentangan dengan ketentuan pembentukan undang-undang berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.*
Laporan oleh: Syahrul Baihaqi