MK Gelar Sidang Putusan Uji Formil UU TNI, Semua Pemohoan Diminta Hadir Secara Online

FORUM KEADILAN – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang putusan uji formil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan sejumlah putusan perkara lain digelar secara online atau daring.
Jubir MK sekaligus Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih membenarkan bahwa semua sidang putusan yang digelar hari ini dilakukan secara online.
“Sidang online semua seperti tadi pagi,” katanya saat dihubungi wartawan, Rabu, 17/9/2025.
Adapun pada pagi tadi, MK menggelar pembacaan sidang putusan perkara hasil pemilihan umum (PHPU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) untuk sejumlah daerah secara virtual.
Ia beralasan bahwa sidang digelar secara virtual untuk menghindari adanya penumpukan para pihak.
“Alasannya karena perkara yang diucapkan ada 18 perkara sehingga untuk menghindari adanya penumpukan pihak-pihak maka diputuskan untuk dilakukan secara online,” katanya.
Adapun dalam ruang sidang hanya ada sembilan hakim konstitusi yang akan membacakan putusan perkara uji formil UU TNI dan BUMN dan perkara lainnya.
Pada kesempatan terpisah, kuasa hukum perkara 81/PUU-XXIII/2025, Gina Sabrina mengonfirmasi bahwa pembacaan sidang putusan digelar online.
Dirinya juga sempat menyurati panitera MK untuk hadir langsung ke ruang sidang, namun permintaan tersebut ditolak.
“Kami juga minta ke panitera, apakah bisa kalau kami hadir offline gitu, ini sidang digelar offline. Karena ini putusan loh dan aku pikir ini fundamental ya. Tapi ternyata enggak bisa,” ujarnya.
Sebagai informasi, hari ini MK akan membacakan putusan 5 perkara yang menguji formil konstitusionalitas UU TNI. Salah satu perkara tersebut diajukan oleh koalisi masyarakat sipil.
Pada intinya, kelima perkara uji formil TNI tersebut meminta agar Mahkamah menyatakan pembentukan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia bertentangan dengan ketentuan pembentukan undang-undang berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.*
Laporan oleh: Syahrul Baihaqi