Kelangkaan Stok Shell, Komisi XII DPR Janji Cari Penyebabnya

FORUM KEADILAN – Wakil Ketua Komisi XII DPR RI Fraksi NasDem Sugeng Suparwoto merespons kabar mengenai SPBU Swasta PT Shell Indonesia yang dikabarkan merumahkan karyawannya akibat kelangkaan pasokan bahan bakar minyak (BBM) non-subsidi. Sebagai mitra kerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sugeng mengatakan persoalan kelangkaan BBM biasanya berkaitan dengan faktor supply and demand.
“Kelangkaan Shell pasti persoalannya pada supply and demand, kan biasanya begitu. Mungkin demand naik, nanti kita cek, atau supply berkurang. Kita akan cari sebab secepatnya,” katanya, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 16/9/2025.
Ia menambahkan, Kementerian ESDM memberikan keterangan bahwa kemungkinan masalah berasal dari proses pengadaan BBM oleh operator non-subsidi.
“Baik Shell atau operator lain di luar Pertamina kan hanya menyalurkan BBM non-subsidi. Dalam konteks supply and demand supaya ada semacam riset yang jelas, mestinya ada storage rate tank yang pasti,” ujarnya.
Oleh sebab itu, ia menekankan perlunya fleksibilitas bagi operator SPBU dalam pengadaan BBM non-subsidi, namun tetap dalam kerangka neraca BBM yang transparan.
“Supaya tidak terjadi ketidakseimbangan, misalnya di satu sisi berlebih sementara di sisi lain berkurang,” jelasnya.
Sugeng juga menilai, kelangkaan BBM non-subsidi yang terjadi di SPBU Shell seharusnya tidak sampai menimbulkan keresahan publik, apalagi jumlah SPBU Shell terbatas dan mayoritas berada di kota besar dengan infrastruktur pengadaan yang relatif mudah.
“Kita tidak ingin kelangkaan menimbulkan uncertainty yang membuat keresahan masyarakat, sekecil apa pun, padahal barang itu ada,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia menyebut kondisi global justru menunjukkan ketersediaan minyak dunia yang melimpah, dengan harga minyak mentah (crude) dunia berada jauh di bawah asumsi ICP (Indonesian Crude Price) dalam APBN 2025.
“Sekarang harga brand kurang lebih 68 dolar per barel, WTI 64 dolar per barel, jauh di bawah ICP yang ditetapkan di APBN 82 dolar per barel,” ucapnya.
Sugeng menilai, masalah kelangkaan BBM non-subsidi berpotensi memengaruhi lapangan kerja. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya membuka mekanisme yang lebih longgar bagi pelaku usaha sektor ini.*
Laporan oleh: Novia Suhari