Selasa, 04 November 2025
Menu

Komisi II DPR Desak KPU Tinjau Ulang Keputusan Rahasiakan Dokumen Capres-Cawapres

Redaksi
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Fraksi Demokrat Dede Yusuf di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 15/9/2025 | Novia Suhari/Forum Keadilan
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Fraksi Demokrat Dede Yusuf di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 15/9/2025 | Novia Suhari/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan dokumen persyaratan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) sebagai informasi publik yang dikecualikan menuai sorotan. Kebijakan tersebut tertuang dalam Keputusan KPU Nomor 731 Tahun 2025 yang diteken pada 21 Agustus 2025.

Ketua KPU Mochammad Afiffudin menjelaskan, keputusan itu berlandaskan Pasal 27 ayat 1 PKPU Nomor 22 Tahun 2023 tentang Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik di KPU, yang kemudian diubah dengan PKPU Nomor 11 Tahun 2024.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Fraksi Demokrat Dede Yusuf menilai, dokumen pencalonan seharusnya dapat diakses publik, mengingat pentingnya transparansi bagi calon pemimpin bangsa.

“Ke DPR, menteri, presiden, saya pikir itu adalah sebuah data yang harus bisa dilihat semua orang. Orang mau melamar kerja saja pakai CV, apalagi ini melamar jadi pemimpin,” katanya, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 15/9/2025.

Meski demikian, ia mengaku pihaknya masih akan mendalami alasan KPU mengambil keputusan tersebut.

“Nanti kita tanya apa argumentasinya. Kita baru tahu, jadi akan ditanyakan saat rapat, meskipun agendanya membahas anggaran,” ujarnya.

Dede menegaskan, mekanisme pembuatan keputusan ini memang merupakan kewenangan KPU. Namun, ia membuka kemungkinan agar isu transparansi dokumen capres-cawapres dapat dituangkan dalam revisi Undang-Undang Pemilu ke depan.

“Itu kan peraturan KPU. Tapi kalau bicara revisi UU Pemilu yang mungkin akan kita laksanakan, ya itu nanti bisa kita tuangkan. Transparansi publiknya seperti apa. KPU yang sekarang juga masa jabatannya akan berakhir 2027, jadi ke depan bisa dimasukkan dalam UU,” jelasnya.

Lebih lanjut, ia menilai hanya data kesehatan yang seharusnya tidak dibuka ke publik karena dilindungi undang-undang terkait catatan medis.

“Kalau yang lain, rekening, ijazah, saya pikir itu enggak masalah. Kalau kita buat SKCK kan seperti itu,” pungkasnya.*

Laporan oleh: Novia Suhari