Reshuffle Kabinet Perlu Dibarengi Realokasi Anggaran dan Perampingan Kabinet
Pandangan itu disampaikan Senior Fellow Research Institute for Ethical Business and Political Leadership Development (Rebuild), Makmur Sianipar. Ia menilai, pergantian menteri keuangan tidak otomatis menyelesaikan akar masalah yang sesungguhnya.
“Reshuffle kabinet saja tidak cukup untuk menyelamatkan APBN. Yang dibutuhkan adalah realokasi anggaran, dengan meninjau ulang program-program yang menyedot belanja negara seperti makan bergizi gratis, koperasi merah putih, dan sekolah rakyat,” ujarnya.
Menurut dia, program populis tersebut menyerap anggaran dalam jumlah besar, di samping alokasi untuk pertahanan negara yang terus meningkat. Akibatnya, ruang fiskal menyempit dan menekan sektor lain, termasuk transfer ke daerah.
“Ketika ruang fiskal makin terbatas, pemerintah akan menutup celah dengan meningkatkan penerimaan pajak, baik di tingkat pusat maupun daerah. PBB (pajak bumi dan bangunan) naik, beban masyarakat bertambah. Padahal rakyat masih berjuang menata hidup di tengah disrupsi digitalisasi,” ucapnya.
Beban Pajak di Tengah Disrupsi
Makmur Sianipar menyoroti fenomena perubahan perilaku belanja masyarakat, dari toko fisik ke platform daring. Peralihan ini membuat kios-kios di pasar tradisional maupun modern banyak yang sepi bahkan gulung tikar.
“Pedagang yang mencoba bertahan dengan membuka toko online justru dihadapkan pada ancaman pajak. Mereka masih belajar memahami algoritme marketplace, tetapi pemerintah sudah berencana memajaki e-commerce. Kondisi ini membuat pedagang kecil frustrasi,” katanya.
Dalam situasi demikian, menurut Makmur, wajar bila publik merespons dengan kemarahan terhadap elite politik yang dinilai abai pada kesulitan rakyat.
Usulan Perampingan Kabinet
Selain realokasi anggaran, Makmur juga menekankan perlunya perampingan kabinet. Jabatan-jabatan non-esensial seperti wakil menteri, utusan khusus, hingga posisi sejenis sebaiknya dihapuskan.
“Lebih baik energi wakil menteri difokuskan untuk membenahi BUMN. Jabatan komisaris bisa diperkuat, karena langsung terkait dengan kinerja perusahaan. Sementara itu, jabatan politis yang tidak jelas manfaatnya sebaiknya dihapus saja,” ucapnya.
Ia menilai, langkah efisiensi struktural akan berdampak langsung pada penghematan belanja negara. “Kondisi ekonomi global penuh ketidakpastian. Efisiensi dan penghematan adalah cara paling mudah untuk mengamankan perekonomian,” katanya.
Potensi Penerimaan dari Sumber Daya Alam
Di sektor penerimaan negara, Makmur menilai pemerintah masih memiliki peluang besar dari sektor sumber daya alam, khususnya batubara dan nikel.
“Selama ini, potensi pajak dari perusahaan pertambangan belum dikelola optimal. Selain meningkatkan tarif, pemerintah perlu memperketat audit produksi dan ekspor agar pembayaran pajak lebih disiplin. Kalau penerimaan dari sumber daya alam naik, beban pajak rakyat bisa diturunkan,” jelasnya.
Menurutnya, kebijakan fiskal harus diarahkan tidak hanya untuk menutup defisit, tetapi juga memberi ruang napas bagi masyarakat. “Masyarakat sudah terbebani, jangan lagi ditindih pajak berlebihan. Negara punya sumber daya alam yang cukup besar untuk menopang penerimaan,” katanya.
Jalan Tengah
Makmur Sianipar menegaskan, jalan tengah untuk mengatasi tekanan fiskal adalah kombinasi dari tiga langkah: realokasi anggaran, perampingan struktur pemerintahan, dan optimalisasi penerimaan dari sektor sumber daya alam.
“Reshuffle memang langkah politik penting, tetapi tidak akan banyak artinya bila tidak disertai langkah strategis lain. Saat ini yang dibutuhkan adalah keberanian untuk menggeser anggaran, memangkas jabatan yang tidak produktif, dan mengoptimalkan potensi alam negeri ini,” pungkasnya.*
