Kamis, 04 September 2025
Menu

Jadi Tersangka, Nadiem Makarim Sejak Awal Putuskan Pakai Produk Chromebook dari Google

Redaksi
Nadiem Makarim mengenakan rompi pink usai jadi tersangka di Gedung Kejagung, Kamis, 4/9/2025 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Nadiem Makarim mengenakan rompi pink usai jadi tersangka di Gedung Kejagung, Kamis, 4/9/2025 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Eks Mendikbudristek Nadiem Makarim disebut menjadi inisiator dalam memutuskan penggunaan produk Chromebook dari Google dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook dalam program digitalisasi pendidikan Kemendikbudristek tahun 2019–2022.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Nurcahyo Jungkung Madyo menyebut bahwa pada 2020, Nadiem melakukan pertemuan dengan pihak Google Indonesia untuk membicarakan program Google O-Education dengan menggunakan Chromebook yang bisa digunakan oleh Kementerian.

“Dalam beberapa kali pertemuan yang dilakukan NAM dengan pihak Google telah disepakati bahwa produk dari Google yaitu Chrome OS dan Chrome Device Management (CDM) akan dibuat proyek pengadaan alat teknologi informasi dan komunikasi (TIK),” katanya dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Kamis, 4/9/2025.

Cahyo lebih lanjut mengatakan bahwa pada 6 Mei 2020, Nadiem mengumpulkan jajarannya yakni inisial H selaku Dirjen PAUD Dikdasmen, T selaku Kepala Bidang Litbang Kemendkbudristek, dan dua stafnya yakni Jurist Tan dan Fiona Handayani.

“Melakukan rapat tertutup yaitu melalui via Zoom Meeting dan mewajibkan para staf dalam menggunakan handset atau alat sejenisnya yang membahas pengadaan atau kelengkapan alat TIK yaitu menggunakan Chromebook sebagaimana perintah dari NAM,” katanya.

Padahal, kata dia, pengadaan tersebut belum dimulai. Namun, Nadiem tetap meloloskan produk Google Chrombook dengan menjawab surat dari Google untuk berpartisipasi dalam pengadaan alat TIK di kementeriannya.

“NAM selaku menteri menjawab surat Google untuk ikut partisipasi dalam pengadaan alat TIK di Kemendikbud,” katanya.

Padahal, surat dari Google tersebut tidak dijawab oleh menteri sebelumnya, Muhadjir Effendy karena dinilai produk tersebut tidak bisa dipakai di daerah terluar, tertinggal dan terdalam (3T).

“Padahal sebelumnya surat Google tersebut tidak dijawab oleh menteri sebelumnya yaitu ME (Muhadjir Effendi) yang tidak merespons. Karena uji coba pengadaan Chromebook tahun 2019 telah gagal dan tidak bisa dipakai untuk sekolah garis terluar,” ucapnya.

“Dalam beberapa kali pertemuan yang dilakukan NAM dengan pihak Google telah disepakati bahwa produk dari Google yaitu Chrome OS dan Chrome Device Management (CDM) akan dibuat proyek pengadaan alat teknologi informasi dan komunikasi (TIK),” katanya.

Dengan perintah dari Nadiem, Sri Wahyuningsih (SW) selaku Direktur SD dan Mulatsyah (M) selaku Direktur SMP membuat petunjuk teknis dan petunjuk lapangan yang spesifikasinya sudah mengunci yaitu Chrome OS.

“Selanjutnya tim teknis membuat kajian review teknis yang dijadikan spesifikasi teknis dengan menyebut Chrome OS,” kata Cahyo.

Sementara pada Februari 2021, Nadiem menerbitkan Peraturan Mendikbudristek Nomor 5 Tahun 2021 Tentang Petunjuk Operasional Dana Alokasi Khusus Fisik Reguler Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2021. Dalam aturan tersebut sudah diputuskan agar pengadaan laptop tersebut menggunakan Chrome OS.

“Kerugian keuangan negara yang timbul dari kegiatan pengadaan TIK diperkirakan senilai kurang lebih Rp1,980.000.000.000 yang saat ini masih dalam penghitungan kerugian keuangan negara oleh BPKP,” katanya.

Adapun Nadiem saat ini telah dibawa ke rumah tahanan Salemba cabang Kejagung selama 20 hari ke depan.

Sebelumnya, Kejagung menetapkan eks Mendikbudristek Nadiem Makarim sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook dalam program digitalisasi pendidikan Kemendikbudristek tahun 2019–2022.

“Jampidsus pada hari ini kembali menetapkan satu kurang Tersangka Dengan inisial NAM selaku Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Republik Indonesia Periode tahun 2019–2024,” katanya di Gedung Bundar Kejagung, Kamis, 4/9/2025.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung menyebut bahwa pihaknya telah memeriksa sebanyak 120 saksi dan 4 ahli dalam perkara ini.

“Keterangan saksi pada sore ini telah menetapkan tersangka baru dengan inisial NAM,” ucapnya.

Adapun peran Nadiem dalam kasus ini ialah merencanakan program pengadaan laptop berbasis Chromebook pada program digitalisasi pendidikan Kemendikbudristek tahun 2019–2022. Saat itu, dirinya memberikan perintah kepada anak buahnya dalam pengadaan laptop tersebut.

Setelah resmi menjabat sebagai menteri, kata dia, Nadiem langung menindaklanjuti rencananya terkait pengadaan TIK dengan menemui pihak Google.

Setelahnya, Jurist Tan yang telah diangkat sebagai staf khusus (stafsus) turut menindaklanjuti perintah Nadiem untuk bertemu Google membicarakan teknis pengadaan di Kemendikbudristek dengan menggunakan Chrome OS.

Nadiem juga sempat memimpin rapat melalu Zoom Meeting yang diikuti oleh Direktur SD Kemendikbudristek Sri Wahyuningsih, Direktur SMP Kemendikbudristek Mulyatsyah, Staf Khusus Jurist Tan, dan Konsultan Teknologi Ibrahim Arief pada 6 Mei 2020. Adapun keempat orang tersebut telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.

Dalam rapat itu, Nadiem memerintahkan untuk segera melaksanakan pengadaan laptop Chromebook.

Selanjutnya, dirinya turut menerbitkan Peraturan Mendikbudristek Nomor 5 Tahun 2021 yang di dalamnya turut mengatur pelaksanaan pengadaan laptop Chromebook.

Adapun dalam kasus ini, Kejagung menyebut total kerugian negara mencapai angka Rp1,980 triliun. Saat ini, jumlah tersebut masih dalam penghitungan kerugian keuangan negara oleh BPKP.

Sebelumnya, Kejagung menetapkan mantan Staf Khusus Nadiem Makarim, Jurist Tan, dan konsultan Ibrahim Arief dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook dalam program digitalisasi pendidikan Kemendikbudristek tahun 2019–2022.

Selain mereka berdua, terdapat dua tersangka lain yang diterapkan Korps Adhyaksa, yakni eks Direktur SMP Kemendikbudristek Mulatsyah (MUL) dan Direktur Sekolah Dasar Kemendikbudristek Sri Wahyuningsih (SW).

Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.*

Laporan oleh: Syahrul Baihaqi