Ari Bakri Klaim Tak Tahu Nomor Asing yang Minta Urus Perkara Migor: Demi Allah Saya Tidak Bohong!

FORUM KEADILAN – Ariyanto Bakri ‘Gadun FM’ mengaku dihubungi dengan pihak yang menggunakan nomor luar negeri untuk membantu dalam pengurusan perkara vonis lepas ekspor crude palm oil (CPO) alias minyak goreng. Namun, dirinya tidak menyebutkan siapa identitas dari orang yang menghubunginya.
Hal itu ia ungkapkan saat dirinya dihadirkan sebagai saksi oleh Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Agung (JPU Kejagung) terhadap lima terdakwa kasus minyak goreng, yakni Muhammad Arief Nuryanta selaku Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Wahyu serta tiga majelis hakim yaitu Djuyamto selaku ketua dan Ali Muhtarom dan Agam Syarief Baharudin.
Mulanya, jaksa menanyakan bagaimana ia menyapa pihak Wilmar Group yang berada di Singapura. Namun, Ari hanya menjawab dengan sebutan ‘Sir’ dan tidak menyebutkan nama.
“Dan seandainya pun saya tahu saya lupa Pak. Saya tidak pernah bertanya nama,” ucap Ari di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu, 27/8/2025.
Jaksa pun mengkritisi jawaban Ari yang tidak pernah menyebutkan nama orang yang menghubunginya dari luar negeri. Bahkan ia berani bersumpah atas nama tuhan.
“Demi Allah Pak. Saya tidak berbohong. Ini yang saya lihat, saya dengar, dan saya lakukan,” katanya.
Jaksa kembali menanyakan mengapa dirinya tidak menanyakan nama orang yang menelponnya untuk mengurus perkara vonis lepas migor.
Namun Ari menjawab bahwa dirinya berpikir bahwa pihak tersebut dari Wilmar Group yang saat itu tengah ditangani istrinya, Marcella Santoso.
“Dia tidak menyebutkan nama. Dia hanya mengidentifikasi dengan migor Pak. Dia selalu bilang,” katanya.
Ari lantas menceritakan bagaimana awal mula hubungan tersebut terjadi. Mulanya, ia mengatakan bahwa saat dirinya tengah pensiun dari dunia advokat dan fokus untuk menjadi influencer di media sosial, ia menerima telepon masuk dengan menggunakan nomor telepon luar negeri.
“Nomor luar yang mengatakan bahwa ‘kalau bisa tolong dibantu untuk masalah migor’. Oh oke. Saya tangkep. Oh ini Wilmar mungkin,” ucapnya.
Ia lantas menjawab bahwa dirinya akan menghubungi dengan temannya, yakni Wahyu Gunawan selaku Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara.
Adapun Wahyu berperan dalam menghubungkan dengan eks Wakil Ketua PN Jakarta Pusat Muhammad Arief Nuryanta yang menunjuk majelis hakim dan membantu vonis lepas perkara minyak goreng.
Setelahnya ia menghubungi Wahyu dan memberitahukan bahwa ada kerjaan yang pernah ia minta sebelumnya. Namun, ia menanyakan ‘akses’ yang dimiliki Wahyu karena perkara yang ditanganinya merupakan perkara besar.
“Lu pake akses siapa? Aku bilang. Jelas enggak? Kalau enggak jelas enggak usah. Karena saya sudah tau, Pak, levelnya ini enggak mungkin mainan seorang Wahyu untuk selevel cuman panitera,” katanya.
Namun, Wahyu menjawab bahwa dirinya mengenal Arief selaku Wakil Ketua PN Jakpus yang saat itu pernah bekerja di Bekasi.
Ia akhirnya menyampaikan hal tersebut ke kliennya. Meski begitu, ia ingin memastikan kepada Wahyu mempertemukannya dengan Arief untuk memastikan kebenaran tersebut.
Pertemuan antara ketiganya pun terjadi di Restoran Layar, Kelapa Gading, Jakarta Utara pada 2023 silam. Dalam pertemuan itu, Ari mengaku tidak berbicara banyak soal perkara. Namun, ia mengatakan ke Wahyu bahwa dirinya memiliki akses yang hebat.
Setelahnya, ia kembali mendapat telepon dari Wilmar Group di Singapura dan terjadi kesepakatan di mana budget awal yang disediakan pihaknya berjumlah Rp20 miliar.
“Semuanya (Rp20 miliar). Mereka tidak bilang mengatakan bahwa ini harus onstlag (lepas), ini harus bebas. Saya tidak tahu. Pokoknya yang penting beres. Dia bilang gitu, pokoknya tolong dibantu,” katanya.
Dalam kasus ini, JPU Kejagung menyebut bahwa Arief bersama dengan tiga majelis hakim yang mengadili perkara tersebut yakni Djuyamto, Agam Syarief Baharudin dan Ali Muhtarom beserta dengan Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan telah menerima gratifikasi berupa uang tunai dalam bentuk US$ sebanyak US$2,500,000 atau Rp40 miliar yang diberikan secara bertahap.
Adapun total yang di dapatkan para terdakwa melalui suap vonis lepas ini ialah, Arief menerima sebanyak Rp15,7 miliar; Wahyu mendapat Rp2,4 miliar; Djuyamto mendapat Rp9,5 miliar; dan dua hakim anggota lain masing-masing mendapat total Rp6,2 miliar.
Jaksa menyebut bahwa uang sebanyak Rp40 miliar tersebut diterima dari kuasa hukum terdakwa Korporasi, yakni Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Sabih dan M Syafe’i yang mewakili kepentingan Wilmar Group, Permata Hijau Group dan Musim Mas Group.
Usai uang tersebut telah diterima, majelis hakim akhirnya memberikan vonis lepas terhadap tiga terdakwa Korporasi yang sebelumnya dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp17.708.848.928.104 (Rp17,7 triliun) di kasus persetujuan ekspor CPO atau minyak goreng.
Ketiga terdakwa korporasi dituntut membayar denda dan uang pengganti yang berbeda-beda. PT Wilmar Group dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp11.880.351.802.619 atau (Rp11,8 triliun), Permata Hijau Group dituntut membayar uang pengganti Rp937.558.181.691,26 atau (Rp937,5 miliar), dan Musim Mas Group dituntut membayar uang pengganti Rp4.890.938.943.794,1 atau (Rp4,8 triliun).
Atas perbuatannya, para terdakwa dijerat dengan Pasal 12 huruf c subsider Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 12 huruf a subsider Pasal 12 huruf b atau Pasal 5 ayat 2 subsider Pasal 11 atau Pasal 12 huruf B juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, serta Pasal 12 huruf c atau Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 12B juncto Pasal 18 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.*
Laporan oleh: Syahrul Baihaqi