Jumat, 29 Agustus 2025
Menu

Susun Skema Reasuransi Jiwasraya, Eks Dirjen Anggaran Isa Rachmatarwata Didakwa Rugikan Negara Rp90 Miliar

Redaksi
Sidang Perdana Eks Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa, 26/8/2025 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Sidang Perdana Eks Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa, 26/8/2025 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Mantan Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Isa Rachmatarwata didakwa telah menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp90 miliar dalam kasus korupsi di PT Asuransi Jiwasraya periode tahun 2008-2018.

Isa disebut berperan dalam penyusunan skema reasuransi Jiwasraya melalui perusahaan asing Provident Capital Ltd dan Best Meridian Insurance Company.

“Bahwa perbuatan terdakwa Isa Rachmatarwata, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan Hendrisman Rahim, Harry Prasetyo, dan Syahmirwan sebagaimana disebutkan di atas telah mengakibatkan kerugian keuangan negara, PT Asuransi Jiwasraya sebesar Rp90 miliar,” kata Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Agung (JPU Kejagung) Zulkifli di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa, 26/8/2025.

Adapun Hendrisman Rahim ialah eks Dirut Jiwasraya, sementara Harry Prasetyo ialah eks Direktur Keuangan PT Jiwasraya, dan Syahmirwan yang merupakan mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan PT Asuransi Jiwasraya. Ketiganya merupakan terpidana pada perkara awal.

Dalam surat dakwaan, jaksa menyebut bahwa Isa selaku Kepala Biro Asuransi di Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) pada 2006–2012 membuat surat kepada Kepala Bapepam LK terkait upaya penyehatan PT Asuransi Jiwasraya.

Saat itu, PT AJS tengah dalam kondisi insolven atau kondisi di mana perusahaan tidak bisa membayar utang atau kewajiban keuangannya tepat waktu. Selain itu, PT AJS juga tengah mengalami defisit ekuitas sebesar Rp5,45 triliun.

Padahal, pada 30 September 2009, total kekayaan perusahaan hanya diangkat Rp4,78 triliun dengan tanggungan beban sebesar Rp10,23 triliun. Untuk itu, Jiwasyara menyusun rencana penyehatan bisnis dengan mengajukan alternatif penyelesaian melalui Penyertaan Modal Pemerintah sebesar Rp6 triliun dengan jangka waktu 17 tahun.

Setelahnya, Isa menghubungi Hendrisman untuk bertemu dengan konsultan bank dunia atas nama Rudolfo dan Escobar di kantornya untuk membantu PT AJS.

“Saat itu Rudolfo menyampaikan bahwa dia bilang dia sudah diskusi dengan para aktuaris di bank dunia dan society of actuary Amerika dia bilang ‘it’s a genius plan, reasuransi ini bisa dilaksanakan akan selesai 10 tahun berdasarkan perhitungan mereka’,” kata jaksa.

Namun, Isa justru membatasi pelaksanaannya hanya dua tahun untuk menyehatkan Jiwasraya melalui skema reasuransi. Eks Dirut Jiwasraya lantas melaporkan kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) saat itu, Sofian Jalil dan mengatakan untuk mengikuti dan akan direvisi setelah dua tahun berjalan.

Pembatasan waktu inilah yang kemudian mempersempit ruang Jiwasraya untuk mencari mitra reasuransi bonafide.

PT AJS selanjutnya berusaha berdiskusi dengan sejumlah perusahaan besar seperti SCOR, Willis Group, dan Swiss Re. Namun mereka menolak menjalin kerja sama reasuransi dengan alasan jumlah pertanggungjawaban yang terlalu besar dan perusahaan tersebut tidak ingin menggunakan model perusahaan tersebut hanya untuk PT AJS.

Hingga akhirnya Jiwasraya bermitra dengan Provident Capital dan Best Meridian yang justru merugikan keuangan negara sebesar Rp90 miliar.

“Bahwa perbuatan terdakwa baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan Hendrisman Rahim, Harry Prasetyo, dan Syahmirwan Telah memperkaya Perusahaan reasuransi Provident Capital Ltd sebesar Rp50 miliar dan Perusahaan reasuransi Base Meridian Insurance Company sebesar Rp40 miliar,” kata jaksa.

Tidak hanya itu, Isa yang saat itu menjabat sebagai Kepala Biro Perasuransian Bapepam-LK juga disebut menyetujui pencatatan beberapa produk saving plan Jiwasraya.

Produk-produk tersebut menawarkan bunga tinggi yang tidak ditopang hasil investasi perusahaan. Akibatnya, Jiwasraya terbebani klaim yang sangat besar hingga mencapai Rp12,23 triliun per akhir 2019.

“Karena pada akhirnya tidak diimbangi dengan hasil investasi PT AJS, sehingga menimbulkan jumlah utang klaim atas produk saving plan per 31 Desember 2019 adalah senilai Rp12.239.736.429.430 (triliun) yang di dalamnya termasuk klaim atas produk Bukopin Saving Plan, Produk Saving Plan, dan Produk JS Proreksi Saving Plan yang disetujui dan dicatatkan oleh terdakwa Isa Rachmatarwata,” kata jaksa.

Jaksa menuturkan bahwa pendapatan penjualan Produk Saving Plan, PT AJS melakukan investasi pada saham dan reksadana yang dalam pelaksanaannya, terdakwa menyepakati pengelolaan investasi PT AJS antara Hendrisman Rahim dan Harry Prasetyo bersama dengan Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro melalui pengaturan pembelian saham-saham yang berisiko milik Heri Hidayat dan Benny Tjokro.

Adapun beberapa saham yang menjadi portofolio PT AJS antara lain, IIKP, SMRU, TRAM, LCGP, MYRX, SMBR, BJBR, PPRO. Selain itu, ada beberapa saham lain yang dilakukan baik secara langsung maupun melalui Manajer Investasi yang mengelola reksadana.

“Sehingga pada akhirnya tidak memberikan keuntungi investasi dan tidak dapat memenuhi likuiditas guna menunjang kegiatan operasional perusahaan bagi PT AJS,” tambahnya.

Sebagai informasi, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebelumnya menyatakan total kerugian negara dalam kasus Jiwasraya periode 2008–2018 mencapai Rp16 triliun. Namun, kerugian tersebut merupakan perkara terpisah yang melibatkan pihak lain, termasuk Heru Hidayat dan Benny Tjokro, yang sudah lebih dulu divonis.

Atas perbuatannya, Isa Rachmatarwata didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP tentang tindak pidana korupsi.*

Laporan oleh: Syahrul Baihaqi