Selasa, 26 Agustus 2025
Menu

Kemendagri Telah Terbitkan SE Atasi Polemik Kenaikan PBB di Beberapa Daerah

Redaksi
Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya menegaskan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah menerbitkan Surat Edaran (SE) terkait penyesuaian Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) yang mengalami kenaikan di sejumlah daerah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin, 25/8/2025 | Novia Suhari/Forum Keadilan
Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya menegaskan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah menerbitkan Surat Edaran (SE) terkait penyesuaian Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) yang mengalami kenaikan di sejumlah daerah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin, 25/8/2025 | Novia Suhari/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya menegaskan, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah menerbitkan Surat Edaran (SE) terkait penyesuaian Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) yang mengalami kenaikan di sejumlah daerah. Menurutnya, kepala daerah diminta untuk berhati-hati dalam mengambil kebijakan agar tidak memberatkan masyarakat.

“Intinya meminta agar seluruh Kepala Daerah itu betul-betul berhati-hati dalam melakukan penyesuaian PBB P2. Bagi daerah-daerah yang menghadapi persoalan atau keberatan dari warga, diminta untuk meninjau kembali, bahkan membatalkan,” ujar Bima Arya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 25/8/2025.

Bima menjelaskan, Kemendagri mencatat ada beberapa daerah yang menetapkan kenaikan PBB hingga lebih dari 100 persen. Kondisi tersebut, kata dia, harus dikaji ulang karena dinilai tidak sejalan dengan prinsip keadilan.

“Kami mengimbau agar kebijakan itu dibatalkan atau ditunda. Beberapa daerah juga sudah mencabut kebijakan tersebut,” tambahnya.

Menanggapi anggapan bahwa kenaikan PBB dipicu oleh kebijakan efisiensi transfer dari pusat ke daerah, Bima menegaskan hal itu tidak sepenuhnya tepat. Dari 104 daerah yang melakukan penyesuaian, mayoritas kebijakan sudah ditetapkan sejak tahun-tahun sebelumnya.

“Hanya tiga daerah yang melakukan penyesuaian di tahun 2025. Jadi tidak tepat kalau dikaitkan dengan efisiensi anggaran. Kebijakan itu lebih pada inisiatif daerah untuk meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah), bahkan banyak dilakukan pada masa pilkada sebelum pemerintahan baru terbentuk,” jelasnya.

Lebih lanjut, Bima menegaskan pemerintah tidak ingin kenaikan PBB menimbulkan keresahan sosial. Ia menyinggung aksi unjuk rasa di beberapa daerah seperti Pati dan Bone yang harus menjadi pertimbangan serius bagi kepala daerah.

“Pada intinya, jangan sampai kebijakan ini memberatkan warga dan mengganggu kondusivitas. Pajak hanyalah salah satu instrumen stimulan, tidak boleh jadi andalan utama,” ungkapnya.

Ia juga mendorong pemerintah daerah agar lebih kreatif dalam menggali potensi lain untuk meningkatkan PAD.

“Tadi kami bersepakat, Kepala Daerah harus lebih inovatif. Masih banyak sumber pendapatan lain yang bisa digali tanpa membebani masyarakat,” pungkasnya.*

 

Laporan oleh: Novia Suhari