Jumat, 22 Agustus 2025
Menu

Reza Indragiri: Amnesti Noel Berpotensi Timbulkan Diskriminasi

Redaksi
Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer alias Noel Ditetapkan Jadi Tersangka Kasus Suap, di Gedung KPK, Jakarta, Jumat, 22/8/2025 | Muhammad Reza/Forum Keadilan
Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer alias Noel Ditetapkan Jadi Tersangka Kasus Suap, di Gedung KPK, Jakarta, Jumat, 22/8/2025 | Muhammad Reza/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Ahli Psikologi Forensik Reza Indragiri menilai, Presiden Prabowo Subianto berpotensi memberikan amnesti atau abolisi kepada Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer atau Noel. Hal itu merujuk pada jasa politik Noel yang pernah mendukung Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi), lalu mengalihkan dukungannya beserta barisan relawan ke pasangan Prabowo-Gibran.

“Begitu besarnya barisan dan jasa-jasa Ebenezer, sehingga Presiden Prabowo bisa saja nanti memberikan amnesti atau pun abolisi kepada Noel. Pertimbangannya pun mungkin sama, demi persatuan, harmoni, dan rekonsiliasi kebangsaan. Jadi Noel tenang saja,” kata Reza, Jumat, 22/8/2025.

Meski demikian, Reza mengingatkan bahwa keputusan politik presiden tidak serta-merta menghapus kasus dugaan korupsi yang menjerat Noel. Menurutnya, amnesti atau abolisi hanya berlaku untuk status politik, sementara perkara hukum tetap bisa ditindaklanjuti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Keputusan presiden itu tidak berimplikasi hukum terhadap perkara korupsinya. Jadi, perkara Noel tetap aktif dan bisa diteruskan oleh KPK,” tegasnya.

Reza menekankan, korupsi adalah kejahatan serius dan sistemik. Oleh karena itu, Prabowo tidak sepatutnya menihilkan berkas perkara yang telah disusun oleh KPK. Ia mendorong lembaga antirasuah tetap melanjutkan penegakan hukum terhadap individu-individu lain yang terlibat dalam kasus tersebut.

Lebih jauh, Reza menilai, potensi diskriminasi bisa muncul apabila Noel mendapat amnesti atau abolisi. Hal itu terjadi karena keputusan presiden tidak didahului risk assessment (proses sistematis untuk mengidentifikasi potensi bahaya) terhadap pelaku korupsi, sehingga tidak dapat diprediksi apakah pelaku akan mengulangi perbuatannya.

“Selain itu, tidak jelas tujuan restorasi yang ingin dicapai lewat amnesti dan abolisi. Logikanya bagaimana pemaafan bagi pelaku tipikor akan menciptakan harmoni. Restorasi mensyaratkan pelaku mengakui kesalahan, memohon ampun, dan mengembalikan hasil korupsi. Tom dan Hasto tidak melakukan itu. Bagaimana dengan Noel?” pungkasnya.*

Laporan oleh: Ari Kurniansyah