Sabtu, 18 Oktober 2025
Menu

Abraham Samad Sebut Pemanggilannya Bentuk Kriminalisasi dan Ancaman Demokrasi

Redaksi
Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad, saat memberikan keterangan kepada media di Polda Metro Jaya, Rabu, 13/8/2025 | Ist
Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad, saat memberikan keterangan kepada media di Polda Metro Jaya, Rabu, 13/8/2025 | Ist
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad memenuhi panggilan penyidik Polda Metro Jaya sebagai saksi dalam kasus dugaan fitnah dan pencemaran nama baik terkait ijazah palsu mantan Presiden ke-7 RI  Joko Widodo (Jokowi) pada Rabu, 13/8/2025. Ia menegaskan, kehadirannya sebagai bentuk kepatuhan hukum sekaligus contoh bagi masyarakat.

“Hari ini saya mendapat surat untuk memenuhi panggilan sebagai saksi, panggilan pertama. Sebagai warga negara, saya datang agar masyarakat melihat bahwa tidak ada satu pun warga yang memiliki privilege terhadap hukum. Equal justice under law, equal before the law,” kata Abraham kepada media di Polda Metro Jaya, Rabu, 13/8.

Menurut Abraham, kehadirannya ini menunjukkan komitmen untuk mematuhi panggilan hukum yang bersifat pro justicia.

“Kita harus memberi contoh bahwa semua warga patuh pada proses hukum,” ucapnya.

Namun, Abraham menegaskan, pemanggilan itu bukan persoalan pribadi. Ia menilai, hal tersebut berkaitan erat dengan aktivitasnya selama ini, khususnya dalam mengelola podcast yang memuat diskusi, edukasi, pencerahan, dan kritik konstruktif kepada masyarakat.

“Podcast saya berisi edukasi, diskusi yang memberi pencerahan, dan petunjuk kepada masyarakat tentang hak dan kewajiban yang harus dilindungi hukum. Bukan konten hiburan atau yang tidak berpendidikan,” jelasnya.

Abraham menilai, jika isi podcast yang bersifat edukatif dianggap memiliki unsur pidana, maka pemanggilan tersebut adalah bentuk kriminalisasi terhadap kebebasan berpendapat dan berekspresi.

“Yang lebih berbahaya lagi, pemanggilan saya ini adalah upaya mempersempit ruang demokrasi. Ini mengancam masa depan kebebasan berpendapat dan berekspresi,” tegasnya.

Ia menambahkan, kasus ini bukan sekadar soal dirinya, melainkan menyangkut nasib demokrasi di Indonesia.

“Ini bukan tentang saya, tapi tentang masa depan kebebasan kita semua,” pungkasnya.*

Laporan oleh: Ari Kurniansyah