Upah Minim, Nasib Penyanyi Kecil Jadi Sorotan dalam Isu Pembayaran Royalti di UU Hak Cipta
David Surya selaku kuasa hukum pemohon Nomor 37/PUU-XXIII/2025 menyoroti bahwa masalah royalti tidak hanya menjadi masalah bagi para musisi ternama di tanah air, melainkan juga penyanyi kafe yang kerap membawakan lagu hak cipta lain.
Menurutnya, upah yang mereka terima berbanding terbalik dengan para musisi ternama Indonesia yang kerap menghasilkan banyak uang sekali tampil.
“Jadi bahkan kemarin kita bawa saksi fakta, artis yang memang hanya berpenghasilan Rp300 ribu saja,” katanya usai sidang di Gedung MK, Kamis, 7/8/2025.
“Jadi jangan diartikan bahwa artis atau pelaku pertunjukan itu harus yang top papan atas, yang harus menghasilkan ratusan juta atau miliaran,” tambahnya.
Ia menambahkan bahwa masih banyak profesi pelaku pertunjukan yang mengandalkan penghasilannya untuk hidup dari menyanyikan karya-karya orang lain.
Di sisi lain, ia juga menyoroti bahwa masih ada pencipta lagu yang menerapkan hak eksklusif atas karya yang telah ia ciptakan.
Padahal, kata dia, hal tersebut justru berbanding terbalik dengan semangat masyarakat Indonesia yang menerapkan sistem gotong-royong.
“Maka saya ingin mengutip apa yang disampaikan oleh Prof Arief Hidayat (Hakim MK) kemarin, bahwa jiwa masyarakat Indonesia adalah jiwa gotong royong bukan individualis kapitalis,” katanya.
David bahkan yakin bahwa permohonannya akan dikabulkan oleh Mahkamah. Mengingat, hal tersebut bukan pertentangan antara berapa banyak pendapatan yang diterima oleh pencipta ataupun musisi.
“Ini bukan tentang itu, tapi ini tentang bagaimana kita sebagai warga negara dapat menikmati seni dan budaya Indonesia,” katanya.
Adapun dalam perkara ini, David bersama rekannya menjadi pengacara pro bono. Alasannya, kata dia, untuk membela penuh para penyanyi kecil yang takut untuk tampil akibat persoalan royalti.
Untuk diketahui, Perkara Nomor 28/PUU-XXIII/2025 dimohonkan oleh 28 musisi ternama mulai dari Armand Maulana, Nazriel “Ariel” Irham, Bernadya, Bunga Citra Lestari, Rossa, dll. Mereka memberikan kuasa kepada advokat dalam “Gerakan Satu Visi”.
Sejumlah musisi mengajukan permohonan uji materi karena menilai ada persoalan hukum yang timbul dari beberapa kasus, salah satunya perkara yang menimpa Agnez Mo. Ia digugat oleh pencipta lagu Bilang Saja, Ari Bias, lantaran dinilai menggunakan lagu tersebut tanpa izin langsung dan tanpa membayar royalti.
Dalam perkara tersebut, majelis hakim Pengadilan Niaga pada PN Jakarta Pusat mengabulkan gugatan Ari Bias dan memerintahkan Agnez Mo membayar ganti rugi sebesar Rp1,5 miliar. Selain itu, ia juga dilaporkan ke kepolisian atas dugaan pelanggaran ketentuan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 113 ayat (2) Undang-Undang Hak Cipta.
Sementara, Perkara Nomor 37/PUU-XXIII/2025 dimohonkan lima pelaku pertunjukan yang tergabung dalam grup musik Terinspirasi Koes Plus atau T’Koes Band serta Saartje Sylvia, pelaku pertunjukan ciptaan yang dijuluki sebagai Lady Rocker pertama
Para pemohon menilai sejumlah pasal dalam UU Hak Cipta tidak memberikan kepastian hukum. Karena itu, mereka meminta Mahkamah Konstitusi mencabut keberlakuan Pasal 113 ayat (2) huruf f dan menafsirkan ulang Pasal 9 ayat (3), Pasal 23 ayat (5), Pasal 81, serta Pasal 87 ayat (1) dalam undang-undang tersebut.*
Laporan oleh: Syahrul Baihaqi
