Sabtu, 02 Agustus 2025
Menu

Reza Indragiri Ingatkan Sensitivitas Polisi dalam Kasus Arya Daru

Redaksi
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Metro Jaya Kombes Pol Wira Satya Triputra (kiri) dan Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi (kanan) saat memberikan keterangan kepada media di Polda Metro Jaya, Selasa, 29/7/2025 | Ari Kurniansyah/ Forum Keadilan
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Metro Jaya Kombes Pol Wira Satya Triputra (kiri) dan Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi (kanan) saat memberikan keterangan kepada media di Polda Metro Jaya, Selasa, 29/7/2025 | Ari Kurniansyah/ Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Psikolog forensik Reza Indragiri Amriel menyampaikan apresiasinya terhadap Polda Metro Jaya atas penyampaian hasil konferensi pers terkait kematian diplomat muda Arya Daru Pangayunan alias ADP (39), yang dinyatakan bukan akibat perbuatan pidana.

Namun demikian,ia juga memberikan sejumlah catatan penting sebagai masukan untuk perbaikan ke depan. Pasalnya, kepolisian dinilai offside dengan menunjukan barang bukti milik Arya Daru.

“Beberapa kesempatan saya menyarankan agar PMJ (Polda Metro Jaya) menggunakan redaksional ‘almarhum meninggal bukan akibat perbuatan pidana’ saja jika memang demikian situasinya. Atas dasar itu, penyampaian pada konpers kemarin saya pandang sudah sangat oke,” ujar Reza, Rabu 30/7/2025.

Ia menjelaskan, karena kematian Arya tidak disebabkan oleh tindak pidana, maka manner of death (cara kematian) hanya menyisakan tiga kemungkinan, yakni alami (natural), bunuh diri (suicide), atau kecelakaan (accident). Namun menurutnya, informasi spesifik terkait penyebab sebaiknya cukup disampaikan kepada pihak keluarga.

Meski mengapresiasi pernyataan resmi Polda Metro Jaya, Reza menyoroti langkah aparat yang tetap menampilkan barang-barang pribadi milik almarhum kepada publik.

“Sayangnya, PMJ tetap memajang bukti-bukti, lebih tepatnya barang pribadi almarhum ke hadapan media. Akibatnya, sekarang malah berkembang kasak-kusuk ihwal sisi pribadi almarhum,” ujarnya.

Menurut Reza, setelah polisi menegaskan tidak adanya unsur pidana, maka semestinya kasus tersebut menjadi isu privat. Oleh karena itu, Reza menilai perlu adanya kepekaan ekstra dalam menangani objek-objek pribadi agar tidak memicu spekulasi publik lebih lanjut.

“Secara umum, penyampaian lisan saat konpers sudah OK. Namun, display objeknya agak offside,” tambahnya.

“Menangani isu privat, akan lebih baik jika PMJ punya kepekaan ekstra saat mengekspos properti pribadi ke publik.” Sambungnya.

Lebih lanjut, Reza juga merespons sikap skeptis sebagian pihak keluarga terhadap hasil penyelidikan polisi. Ia menekankan pentingnya membuka ruang fairness atau kesetaraan dalam proses pemeriksaan forensik.

“Kerja polisi patut dihargai. Tapi walau bagaimanapun, kerja polisi tetap terbuka untuk diuji,” tegas Reza.

Ia mencontohkan di beberapa negara, hasil pemeriksaan forensik oleh kepolisian bisa diuji secara independen oleh pihak keluarga melalui proses cross-examination. Jika hasilnya berbeda, perbedaan tersebut bisa diputuskan oleh hakim.

“Inilah bentuk pemenuhan asas fairness, sayangnya, praktik semacam itu belum lazim di sini. Pengujian forensik masih dikuasai oleh polisi, dan pihak lain tidak memiliki akses setara,” jelasnya.

Reza berharap agar prinsip fairness tersebut dapat menjadi bagian dari penyempurnaan dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang tengah dibahas di DPR.

“Semoga penyempurnaan fairness terkait examination dan cross-examination bisa masuk dalam RUU KUHAP versi baru yang sekarang tengah digodok DPR,” pungkasnya.*

Laporan oleh: Ari Kurniansyah